BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah
sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, Islam meyakini agama-agama
terdahulu, bahkan keberadaan agama Kristen dan agama Yahudi dibahas dalam kitab
suci agama Islam, Islam menolak penuhanan apapun selain daripada Allah. Bahkan
Muhammad saw sekalipun menolak penuhanan atas dirinya, sebagai agama terakhir
di muka bumi maka Nabi Muhammad saw dianggap sebagai Nabi yang terakhir pula.
Itulah sebabnya apabila ada orang yang mengaku menjadi nabi dan rasul setelah
Nabi Muhammad saw maka akan segera dikafirkan.
Secara etimologi
dalam Bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata aslama yang berarti
berserah diri, maksudnya menyerahkan diri kepada Allah. Namun kemudian berserah
diri tersebut dalam Al-Qur’an harus diseimbangkan dengan perjuangan secara
optimal.
Ada pula
pandapat yang mengatakan bahwa Islam berasal dari awal huruf setiap shalat
wajib yaitu Isya, Subuh, Luhur (Dzuhur), Ashar dan Maghrib. Selain shalat wajib
juga dianjurkan shalat sunah pada waktu tertentu, sedangkan shalat wajib
menjadi salah satu rukun Islam itu sendiri.
BAB II
PENGERTIAN FILSAFAT
ISLAM
A.
Apa itu Filsafat Islam
a.
Adakah yang disebut Filsafat Islam?
Dalam buku
Mulyadhi Kartanegara yang berjudul Gerbang Kearifan, beliau mendiskusikan
beberapa pandangan sarjana tentang istilah filsafat Islam. Ada yang megatakan
bahwa Islam tidak pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun
filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya
filsafat Yunani, bukan filsafat Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang
tepat untuk itu adalah filsafat Muslim, karena yang terjadi adalah filsafat
Yunani yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para filosof Muslim.
Ada lagi yang
mengatakan bahwa nama yang lebih tepat adalah filsafat Arab, dengan alasan
bahwa bahasa yang digunakan dalam karya-karya filosofis mereka adalah bahasa
Arab, sekalipun para penulisnya banyak berasal dari Persia, dan namanama
lainnya seperti filsafat dalam dunia Islam.
Adapun beliau
sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan
setidaknya 3 alasan :
1)
Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam,
Islam telah mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan
syari’ah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan
tauhid dan syari’ah ini,sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk
filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut
(tawhid) dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena
itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim
selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam tersebut,
sehingga disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para
filosof Muslim.
2)
Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adealah
pemerhati flsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita
oleh filsafat Yunani, misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengeritiknya
secara mendasar. Misalnya, sekalipun Ibn Sina sering dikelompokkan sebagai
filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengertik pandangan Aristoteles,
kalau dirasa tidak cocok dan 1menggantikannnya dengan yang lebih baik. Beberapa
tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar b. Sahlan al-Sawi dan Ibn Taymiyyah,
juga mengeriktik sistem logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengeritik
dengan pedas pandangan Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai
dengan pandangan Islam.
3)
Adalah adanya perkembangan yang unik dalam filsafat
islam, akibat dari interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani.
Akibatnya para filosof Muslim telah mengembangkan beberapa isu filsfat yang
tidak pernah dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat
kenabian, mikraj dsb.
b.
Lingkup Filsafat Islam
Berbeda dengan
lingkup filsafat modern, filsafat Islam, sebagaimana yang telah dikembangkan
para filosof agungnya, meliputi bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika,
fisika, matematika dan metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof
tidak akan dikatakan filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang
filosofis yang luas ini.
c.
Pandangan Filsafat yang Holistik
Satu hal lagi
yang perlu didiskusikan dalam mengenal filsafat Islam ini adalah pandangannya
yang bersifat integral-holistik.Integrasi ini, sebagaimana yang telah saya
jelaskan dalam karya saya yang lain Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi
Holistik, terjadi pada berbagai bidang, khususnya integrasi di bidang sumber
ilmu dan klasifikasi ilmu. Filsafat Islam mengakui, sebagai sumber ilmu, bukan
hanya pencerapan indrawi, tetapi juga persepsi rasional dan pengalaman mistik.
Dengan kata lain menjadikan indera, akal dan hati sebagai sumber-sumber ilmu
yang sah. Akibatnya terjadilah integrasi di bidang klasifikasi ilmu antara
metafisika, fisika dan matematika, dengan berbagai macam divisinya. Demikian
juga integrasi terjadi di bidang metodoogi dan penjelasan ilmiah. Karena itu
filsafat Islam tidak hanya mengakui metode observasi, sebagai metode ilmiah,
sebagaimana yang dipahami secara eksklusif dalam sains modern, tetapi juga
metode burhani, untuk meneliti entitasentitas yang bersifat abstrak, ‘irfani,
untuk melakukan persepsi spiritual dengan menyaksikan (musyahadah) secara langsung
entitas-entitas rohani, yang hanya bisa dianalisa lewat akal, dan terakhir
bayani, yaitu sebuah metode untuk memahami teks-teks suci, seperti al-Qur’an
dan Hadits. Oleh karena itu, filsafat Islam mengakui kebasahan observasi
indrawi, nalar rasional, pengalaman intuitif, dan juga wahyu sebagai
sumbersumber yang sah dan penting bagi ilmu.
Hal ini penting
dikemukakan, mengingat selama ini banyak orang yang setelah menjadi ilmuwan,
lalu menolak filsafat dan tasawuf sebagai tidak bermakna. Atau ada juga yang
telah merasa menjadi filosof, lalu menyangkal keabsahan tasawuf, dengan alasan
bahwa tasawuf bersifat irrasional. Atau ada juga yang telah merasa menjadi Sufi
lalu menganggap tak penting filsafat dan sains. Dalam pandangan filsafat Islam
yang holistik, ketiga bidang tersebut diakui sebagai bidang yang sah, yang
tidak perlu dipertentangkan apa lagi ditolak, karena ketiganya merupakan tiga
aspek dari sebuah kebenaran yang sama. Sangat mungkin bahwa ada seorang yang
sekaligus saintis, filosof dan Sufi, karena sekalipun indera, akal dan hati
bisa dibedakan, tetapi ketiganya terintegrasi dalam sebuah pribadi. Namun,
seandainya kita tidak bisa menjadi sekaligus ketiganya, seyogyanya kita tidak
perlu menolak keabsahan dari masing-masing bidang tersebut, karena dalam
filsafat Islam ketiga unsur tersebut dipandang sama realnya.
B.
Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern
a.
Menjawab Tantangan Kontemporer
Pada saat ini,
dalam pandangan Beliau (Mulyadhi Kartanegara), umat Islam telah dilanda
berbagai persoalah ilmiah filosofis, yang datang dari pandangan
ilmiah-filosofis Barat yang bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah, dari
berbagai bidang, fisika, biologi, psikologi, dan sosiologi, telah, atas nama
metode ilmiah, menyerang fondasi-fondasi kepercayaan agama. Tuhan tidak
dipandang perlu lagi dibawa-bawa dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace
(w. 1827), kehadiran Tuhan dalam pandangan ilmiah hanyalah menempati posisi
hipotesa.Dan ia mengatakan, sekarang saintis tidak memerlukan lagi hipotetsa
tersebut, karena alam telah bisa dijelaskan secara ilmiah tanpa harus merujuk
kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan yang telah bertanggung jawab atas
keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam itu sendiri. Jadi Tuhan telah
diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur alam. Demikian juga dalam bidang
biologi, Tuhan tidak lagi dipandang sebagai pencipta hewanhewan, karena menurut
Darwin (w. 1881), munculnya spesies-spesies hewan adalah karena mekanisme alam
sendiri, yang ia sebut sebagai seleksi alamiah (natural selection).
Menurutnya
hewan-hewan harus bertransmutasi sendiri agar ia dapat tetap survive, dan tidak
ada kaitannya dengan Tuhan. Ia pernah berkata, “kerang harus menciptakan
engselnya sendiri, kalau ia mau survive, dan tidak karena campur tangan sebuah
agen yang cerdas di luar dirinya. Dengan demikian jelaslah bahwa, dalam
pandangan sains modern Tuhan tidak memiliki tempat yang spesial, bahkan lama
kelamaan dihapus dari wacana ilmiah. Tantangan yang lain juga terjadi di bidang
lain seperti bidang spiritual, ekonomi, rkologi dll. Tentu saja tantangan
seperti ini tidak boleh kita biarkan tanpa kritik, atau respons kritis dan
kreatif yang dapat dengan baik menjawab tantangan-tantangan tersebut secara
rasional dan elegan, dan tidak semata-mata bersifat dogmatis dan otoriter. Dan
di sinilah beliau melihat bahwa filsafat Islam bisa berperan sangat aktif dan
signifikan.
b.
Filsafat sebagai Pendukung Agama
Berbeda dengan
yang dikonsepsikan al-Ghazali, di mana filsafat dipandang sebagai lawan bagi
agama, beliau (Mulyadhi Kartanegara) melihat filsafat bisa kita jadikan sebagai
mitra atau pendukung bagi agama. Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan
yang gencar dari sains dan filsafat modern, filsafat Islam bisa bertindak
sebagai pembela atau tameng bagi agama, dengan cara menjawab serangan sains dan
filsafat modern terhadap agama secara filosofis dan rasional. Karena menurut
hemat saya tantangan ilmiah-filosofis harus dijawab juga secara
ilmiah-filosofis dan bukan semata-mata secara dogmatis. Dengan keyakinan bahwa
Islam adalah agama yang menempatkan akal pada posisi yang terhormat, saya yakin
bahwa Islam, pada dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis.
Selama ini
filsafat dicurigai sebagai disiplin ilmu yang dapat mengancam agama. Ya, memang
betul. Apaalagi filsafat yang selama ini kita pelajari bukanlah filsafat Islam,
melainkan filsafat Barat yang telah lama tercerabut dari akar-akar
metafisiknya. Tetapi kalau kita betul-betul mempelajari filsafat Islam dan
mengarahkannya secara benar, maka filsafat Islam juga adalah sangat potensial
untuk menjadi mitra filsafat atau bahwan pendukung agama.
Di sini filsafat
bisa bertindak sebagai benteng yang melindungi agama dari berbagai ancaman dan
serangan ilmiah-filosofis seperti yang saya deskrisikan di atas.
Serangan
terhadap eksistensi Tuhan, misalnya dapat dijawab dengan berbagai argumen
adanya Tuhan yang telah banyak dikemukakan oleh para filosof Muslim, dari
al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dll., seperti yang telah saya jelaskan antara
lain dalam buku saya Menembus Batas Waktu. Serangan terhadap wahyu bisa dijawab
oleh berbagai teori pewahyuan yang telah dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim
dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Taymiyyah, Ibn Rusyd, Mulla Shadra
dll.
C.
Filsafat Islam di Indonesia
a.
Masa Lalu
Filsafat Islam
belum begitu dikenal di Indonesia, karena memang filsfat Islam baru
diperkenalkan ke publik pada tahun 70-an oleh almarhum Prof. Dr. Harun Nasution
dalam bukunya yang terkenal Falsafah & Mistisime dalam Islam, yang
diterbitkan Bulan Bintang pada tahun 1973. Dalam buku ini pak Harun telah
memperkenalkan 6 filosof Muslim yang terkenal yaitu al-Kindi, al-Razi,
al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd, setelah sebelumnya ia membicarakan tentang
“Kontak Pertama antara Islam dan ilmu pengetahuan serta falsafah Yunani.” Dalam
buku ini pak Harun dengan singkat tetapi esensial memperkenalkan biografi dan
ajaran para filosof Muslim tersebut, sehingga para mahasiswa Muslim, khususnya
mahasiswa IAIN di seluruh Indonesia, telah menyadari keberadaan filsafat Islam
yang sebelumnya hampir tidak pernah diperkenalkan kepada mereka. Dan dengan
dijadikannya buku tersebut sebagai buku wajib, maka pak Harun boleh dikata telah
berhasil memperkenalkan filsafat Islam di Indonesia ini.
Tetapi karena
buku ini merupakan satu-satunya buku yang digunakan dalam mata kuliah filsafat
Islam selama puluhan tahun, maka timbul kesan yang keliru bahwa seakan filsafat
Islam hanya menghasilkan 6 orang filosof sebagaimana yang diperkenalkan oleh
Pak Harun di atas. Untunglah pada tahun 1987 Pustaka Jaya telah menerbitkan
sebuah buku terjemahan yang bagus dan komprehensif tentang filsafat Islam
karangan Majid Fakhry yang berjudul Sejarah Filsafat Islam, yang diterjemahkan
oleh (Mulyadhi Kartanegara), sehingga dengan demikian sadarlah kita bahwa
filsafat Islam telah melahirkan bukan hanya 6 filosof, sebagaimana yang telah
diperkenalkan oleh Pak harun, tetapi puluhan bahkan mungkin ratusan para filosof
yang tidak kalah hebatnya daripada filosof-filosof yang telah diperkenalkan
sebelumnya.
b.
Masa Kini
Yang di maksud
dengan masa kini, adalah kurang lebih periode sepuluh tahun terkahir dari
sekarang. Pada saat ini kita telah menikmati banyak informasi tentang filsafat
Islam. Diterjemahkannya buku yang diedit oleh M.M. Syarif yang berjudul,
History of Muslim Philosophy secara parsial ke dalam bahasa Indonesia telah
memperkaya khazanah filsafat Islam di Indonesia. Tetapi tambahan informasi yang
sangat signifikan terjedi setelah penerbit Mizan menerjemahkan karya besar
dalam sejarah filsafat Islam yang diedit oleh Nasr dan Oliver Leaman, yang
berjudul A History of Islamic Philosophy ke dalam bahasa Indonesia, dengan
judul Ensiklopedia Filsafat Islam (dua jilid). Berbagai karya filosofis yang
lebih spesifik (misalnya yang membahas tentang pemikiran para filosof tertentu)
juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti The Philosophy of
Mulla Sadra yang ditulis oleh Fazlur Rahman, yang membahas beberapa aspek dari
pemikiran Mulla Shadra, atau Knowledge and Illumination, karangan Hussein Ziai,
yang membicarakan secara khusus filsafat iluminasi Suhrawardi. Namun sejauh
ini, informasi ini lebih bersandar pada terjemahan dari karya asing, dan bukan
karangan sarjana Muslim Indonesia sendiri.
BAB III
Filosof Islam Dan
Filsafat Nya
1.
AL-KINDI
Nama lengkapnya
Abu Yusuf, Ya’kub bin Ishak Al-Sabbah bin Imran bin Al-Asha’ath bin Kays
Al-Kindi. Beliau biasa disebut Ya’kub, lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kufah.
Keturunan dari suku Kays, dengan gelar Abu Yusuf (bapak dari anak yang
bernama Yusuf) nama orang tuanya Ishaq Ashshabbah, dan ayahnya menjabat
gubernur di Kufah, pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari
Bani Abbas.
Nama Al-Kindi
adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah.
Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah, yang berlokasi di daerah selatan
Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Sebagai orang
yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka pendiidkan yang pertama-tama
diterima adalah membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Disamping itu ia
banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa buku
Yunani di dalam bahasa Syiria kuno, dan bahasa Arab.
Al-Kindi
mengarang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu Al-Nadim buku yang ditulisnya
berjumlah 241 dalam bidang filsafat, logika, arithmatika, astronomi,
kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik, matematika dan sebagainya. Dari
karangan-karangannya, dapat kita ketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut
aliran Eklektisisme; dalam metafisika dan kosmologi mengambil pendapat
Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam hal etika
mengambil pendapat Socrates dan Plato.
Mengenai filsafat
dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal ini; Filsafat dan
agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau
ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan
ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai hakikat
Tuhan, Al-Kindi menegaskan bahwa Tuhan adalah wujud yang hak (benar), yang
bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, ia selalu
ada dan akan selalu ada. Jadi Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului
oleh wujud yang lain, tidak berakhir wujudNya dan tidak wujud kecuali
denganNya.
Haruslah diakui bahwa Al-Kindi tidak mempunyai sistem filsafat yang lengkap.
Jasanya ialah karena dia adalah orang yang pertama-tama membuka pintu filsafat
bagi dunia Arab dan diberinya corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam yang
sebenarnya ialah Al-Farabi.
2.
AL-FARABI
Ia adalah Abu
Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama
kota Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah
seorang Iran dan kawin dengan seorang wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi
perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal dari
keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya,
Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan
bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan
Kurdistan. Nampaknya ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu
bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu.
Setelah besar,
Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan
dan ilmu pengetahuan pada masanya, untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin
Mattius. Selama berada di Baghdad, ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu
logika.
Al-Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan
mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada
kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa,
matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih,
dan mantik.
Sebagian besar
karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap
filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika,
etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya,
namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus,
namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut
merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau
Peripatetik atau Neo Platonisme. Memeng bisa dikatakan adanya pengaruh
aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.
3.
IBNU SINA
Ibnu Sina
dilahirkan dalam masa kekacauan, dimana Khilafah Abbasiyah mengalami
kemunduran, dan negeri-negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaan khilafah
tersebut mulai melepaskan diri satu persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad
sendiri, sebagai pusat pemerintahan Khilafah Abbasiyah, dikuasai oleh golongan
Bani Buwaih pada tahun 334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai
tahun 447 H.
Di antara
daerah-daerah yang berdiri sendiri ialah Daulah Samani di Bukhara, dan di
antara khalifahnya ialah Nuh bin Mansur. Pada masanya, yaitu di tahun 340 H
(980 M), di suatu tempat yang bernama Afsyana, daerah Bukhara, Ibnu Sina
dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal Qur’an dan belajar ilmu-ilmu
agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun. Kemudian ia
mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah itu ia
mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi.
Belum lagi
usianya melebihi enam-belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah
dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia
tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, tapi juga melakukan praktek dan
mengobati orang-orang sakit.
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan,
sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal
kejiwaan atau pun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia
piker Arab sejak abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama
pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun
Scott. Bahkan juga ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang
hakikat jiwa dan wujudnya.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang; penuh pula dengan
kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah
mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428
H (1037 M), ia meninggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun.
4. AL-GHAZALI
Ia adalah Abu
Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, bergelar Hujjatul Islam, lahir tahun
450 H di Tus, suatu kota kecil di Khurassan (Iran). Kata-kata al-Ghazali
kadang-kadang diucapkan al-Ghazzali (dengan dua z). dengan menduakalikan z,
kata-kata al-Ghazzali diambil dari kata-kata Ghazzal, artinya tukang pemintal
benang, karena pekerjaan ayahnya ialah memintal benang wol, sedang al-Ghazali dengan
satu z, diambil dari kata-kata Ghazalah, nama kampung kelahiran al-Ghazali.
Sebutan terakhir ini yang banyak dipakai.
Al-Ghazali
pertama-tama belajar agama di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan
akhirnya di Naisabur pada Imam al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun
478 H/1085 M. kemudian ia berkunjung kepada Nidzam al-Mulk di kota Mu’askar,
dan dari padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia
tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/1090 M, ia
diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamah Baghdad, dan pekerjaannya itu
dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar,
juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Bathiniyah,
Isma’iliyyah, golongan filsafat dan lain-lain.
Pengaruh
al-Ghazali di kalangan kaum Muslimin besar sekali, sehingga menurut pandangan
orang-orang ahli ketimuran (Orientalis), agama Islam yang digambarkan oleh
kebanyakan kaum Muslimin berpangkal pada konsepsi al-Ghazali.
Al-Ghazali adalah
seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam
karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai
lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih),
Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian
besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya
dalam bahasa Persia.
Karyanya yang
terbesar yaitu Ihya ‘Ulumuddin yang artinya “Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama”, dan
dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam,
Yerussalem, Hijjaz dan Tus, dan yang berisi tentang paduan yang indah antara
fiqih, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum Muslimin,
tetapi juga di kalangan dunia Barat dan luar Islam.
Bukunya yang
lain yaitu al-Munqidz min ad-Dlalal (Penyelamat dari Kesesatan), berisi sejarah
perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap
beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan. Diantara penulis-penulis
modern banyak yang mengikuti jejak al-Ghazali dalam menuliskan autobiografi.
Pikiran-pikiran
al-Ghazali telah mengalami perkembangan sepanjang hidupnya dan penuh
kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui kesatuan dan kejelasan corak pemikirannya,
seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosof dan terhadap
aliran-aliran akidah pada masanya.
Pengaruh
al-Ghazali besar sekali di kalangan kaum Muslimin sendiri sampai sekarang
ini, sebagaimana juga di kalangan tokoh-tokoh pikir abad pertengahan bahkan
juga sampai pada tokoh-tokoh pikir abad modern.
5. IBNU BAJAH
Ia adalah Abu
Bakar Muhammad bin Yahya, yang terkenal dengan sebutan Ibnus-Shaigh atau Ibnu
Bajah. Orang-orang Eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibnu Bajah dengan
“Avempace”, sebagaimana mereka menyebut nama-nama Ibnu Sina, Ibnu Gaberol, Ibnu
Thufail dan Ibnu Rusyd, masing-masing dengan nama Avicenna, Avicebron,
Abubacer, dan Averroes.
Ibnu Bajah
dilahirkan di Saragosta pada abad ke-11 Masehi. Tahun kelahirannya yang pasti
tidak diketahui, demikian pula masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang dapat
dicatat oleh sejarah ialah bahwa ia hidup di Serville, Granada, dan Fas;
menulis beberapa risalah tentang logika di kota Serville pada tahun 1118 M, dan
meninggal dunia di Fas pada tahun 1138 M ketika usianya belim lagi tua.
Menurut satu riwayat, ia meninggal dunia karena diracuni oleh seorang dokter
yang iri terhadap kecerdasan, ilmu, dan ketenarannya.
Ibnu Bajah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam di negeri Islam
barat dalam teori ma’rifat (epistemology, pengetahuan), yang berbeda sama
sekali dengan corak yang telah diberikan oleh al-Ghazali di dunia timur Islam,
setelah ia dapat menguasai dunia pikir sepeninggal filosof-filosof Islam.
6. IBNU THUFAIL
Ia adalah
Abubakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail, dilahirkan di Wadi Asy dekat
Granada, pada tahun 506 H/1110 M. kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran,
kesusasteraan, matematika dan filsafat. Ia menjadi dokter di kota tersbut dan
berulangkali menjadi penulis penguasa negerinya. Setelah terkenal, ia menjadi
dokter pribadi Abu Ya’kub Yusuf al-Mansur, khalifah kedua daru daulah
Muwahhidin. Dari al-Mansur ia memperoleh kedudukan yang tinggi dan dapat
mengumpulkan orang-orang pada masanya di istana Khalifah itu, di antaranya
ialah Ibnu Rusyd yang diundang untuk mengulas buku-buku karangan Aristoteles.
Buku-buku
biografi menyebutkan beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut
beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat fisika, metafisika, kejiwaan dan
sebagainya, disamping risalah-risalah (surat-surat) kiriman kepada Ibnu Rusyd.
Akan tetapi karangan-karangan tersebut tidak sampai kepada kita, kecuali satu
saja, yaitu risalah Hay bin Yaqadhan, yang merupakan intisari pikiran-pikiran
filsafat Ibnu Thufail, dan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Suatu manuskrip di perpustakaan Escurrial yang berjudul Asrar al-Hikmat
ai-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Filsafat Timur) tidak lain adalah bagian dari
risalah Hay bin Yaqadhan.
Ibnu Thufail tergolong filosof dalam masa Skolastik Islam. Pemikiran
kefilsafatannya cukup luas, termasuk metafisika. Dalam pencapaian
Ma’rifatullah, Ibnu Thufail menempatkan sejajar antara akal dan syari’at.
Pemikiran tersebut sebenarnya merupakan upaya yang tidak pada tempatnya, sebab
syari’at sumbernya adalah wahyu (yakni : dari Tuhan), sedangkan akal merupakan
aktifitas manusiawi. Akal manusia sebenarnya hanyalah dampak mencari alasan
rasional bagi syari’at mengenai dalil-dalil adanya Tuhan.
7. IBNU RUSYD
Nama lengkapnya
Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 520 H. Ia
berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan
mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang
hakim, dan kakeknya yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd kakek” (al-Jadd)
adalah kepala hakim di Cordova.
Ibnu Rusyd
adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam terhadap filsafat
Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingannya, karena
menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tidak pernah terputus membaca dan
menelaah kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan
dirinya.
Ibnu Rusyd adalah tokoh pikir Islam yang paling kuat, paling dalam
pandangannya, paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat, sehingga ia
benar-benar menjadi filosof-pikiran dikalangan kaum Muslimin.
BAB III
KESIMPULAN
Dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan
prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu :
Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah, yang berlokasi di daerah
selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal
ini; Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya.
Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki
perbedaan.
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari
nama kota Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Sebagian besar
karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap
filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika,
etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya,
namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Di tahun 340 H (980 M), di suatu tempat yang bernama Afsyana, daerah Bukhara,
Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal Qur’an dan belajar
ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun.
Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah
itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi.
Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, bergelar Hujjatul Islam, lahir
tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di Khurassan (Iran). Al-Ghazali adalah
seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam
karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai
lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih),
Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian
besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya
dalam bahasa Persia. Abubakar Muhammad bin Yahya, yang terkenal dengan sebutan
Ibnus-Shaigh atau Ibnu Bajah.
DAFTAR PUSTAKA
ð Ahmad
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1996
ð Sudarsono,
Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001
ð Mulyadhi
Kartanegara, Masa Depan Filsafat Islam “antara cita dan fakta”..Sebuah
Paper