BAB I
PENDAHULUAN
Secara
geografis Irak termasuk salah satu negara Islam dikawasan Timur Tengah. Sebelah Timur berbatasan dengan Iran,
sebelah Barat berbatasan dengan Suriah dan Yordania, Sebelah utara berbatasan
dengan Turki, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Arab Saudi dan Quait.
Sejarah mencatat bahwa Irak merupakan slah satu negara yang kuat dikawasan
Timur Tengah. Negara ini dikenal sebagai tempat awal peradaban manusia.
Tetapi belakangan ini fakta
mengatakan bahwa negara-negara Islam tertinggal jauh dengan negara selain
Islam, baik itu dari segi pendidikan, ekonomi, produksi maupun kualitas sumber
daya manusianya. Fenomena ini dilukiskan seorang penulis Muslim Syria yang
bernama Amir Syakib Arsalan, dia menulis sebuah buku “Limadza Ta’akhara
al-Muslimun,
Wa Limadza taqaddama Ghairuhum” (mengapa orang-orang
Islam terbelakang dan mengapa orang-orang lain menjadi maju). Dalam buku ini
dia menyimpulkan bahwasannya yang kurang dari umat islam adalah penguasaan ilmu
pengeteahuan dan kualitas
amal perbuatan / kerja.
Dalam hal ini Irak adalah salah satu negara Islam yang
pendidikannya hancur akibat perang antara Irak dengan AS dalam hal invasi
yaitu; (1) Menghancurkan senjata pemusnah masal, (2) Menyingkirkan ancaman
teroris internasional, (3) Membebaskan rakyat irak dari penindasan rezim Saddam
Husein. Hal ini berdampak pada sistem pendidikan dan kemajuan pendidikan di
Irak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Studi Islam di Irak
Negara Irak adalah Negara yang berbentuk Republik yang
merdeka pada tahun 1958. Pada tahun 1950 negara ini berpenduduk 5.100.000
orang, 93 % penduduknya beragama Islam (4.730.000 orang) dengan rincian kaum
sunni 36 % (1.850.000 orang) dan kaum syi’i 57 % (2.880.000 orang).
Luas Negara Irak 304.000 km dengan ibukotanya Baghdad
dan kota-kota termasyhur antara lain Basra, Karbela, dan Mosul. Adapun
penghasilan utama di Irak adalah padi-padian, kurma, kapas, kulit, permadani,
dan minyak (34.000.000 ton) menurut data tahun 1955.
System pendidikan di Irak tidak jauh berbeda dengan
system-sistem pendidikan yang ada di Negara Timur Tengah lainnya, yaitu: (a)
tingkat Ibtidaiyah lamanya 6 tahun (enam kelas); (b) tingkat Mutawassitah,
lamanya tiga tahun; (c) tingkat Tsanawiyah, lamanya dua tahun; dan (d) tingkat
tinggi/Universitas, lamanya empat tahun. Pada tingkat Ibtidaiyah dari kelas 1
s/d kelas VI diajarkan Agama 2 jam dalam seminggu. Begitu juga tingkat
Mutawassitah dan Tsanawiyah, pada tiap-tiap kelas diajarkan agama 2 jam
seminggu.
B.
Fakultas Syari’ah
Fakultas Syari’ah, mula-mula namanya madrasah Abu
Hanifah, kemudian diubah menjadi Madrasah Al-Imam A’zham. Sesudah itu diubah
lagi menjadi Darul Ulum Diniyah. Sekarang menjadi Fakultas Syari’ah, salah satu
Fakultas dari Universitas Baghdad. Dengan demikian fakultas Syari’ah dibawah Kementerian
Pengajaran, sedangkan sebelumnya berdiri sendiri dibawah Kantor Urusan Wakaf.
Tujuan Fakultas Syari’ah ialah memberikan pelajaran kecerdasan yang teratur
pada tingkat tinggi dalam ilmu Syari’at Islam, bahasa arab dan Kesusastraannya,
sejarah Islam, sejarah agama-agama dan Ketuhanan, ilmu-ilmu kemasyarakatan dan
pendidikan.
Fakultas Syari’ah memberikan gelar ilmiah Bacalorious
kepada mahasiswa yang telah lulus dalam ujian penghabisan dalam ilmu-ilmu
tersebut diatas. Belajar pada Fakultas Syari’ah adalah Cuma-Cuma, tidal
dipungut uang kuliah, bahkan dengan belanjanya sendiri, serta diberikan
makanan, pakaian, kitab-kitab pada mahasiswa secukupnya, dan selain dari pada
itu diberi pula uang saku tiap-tiap bulan. Lama pelajaran empat tahun sesudah
pelajaran Tsanawiyah.
C.
Fakultas Tarbiyah
Pada tahun 1923 M, diadakan kursus petang hari untuk
guru-guru sekolah rakyat, buat mendidik mereka menjadi guru pada sekolah
menengah. Kemudian diubah system ini dengan mengadakan sekolah sendiri,
pelajar-pelajarnya diterima dari murid-murid keluaran sekolah menengah dan lama
pelajarannya dua tahun. Tetapi sekolah itu di tutup pada tahun 1931 M. kemudian
di buka kembali pada tahun 1935 M, dan lama pelajarannya diubah menjadi tiga
tahun pada tahun 1937 M. sesudah itu dijadikan empat tahun pada tahun
1939 M hingga sekarang.
Dahulu pelajar-pelajarnya putera saja, dan pada tahun
1937 M baru mulai menerima pelajar-pelajar puteri. Pada tahun 1959 M Darul
Mu’allimin al-Aliyah diubah namanya menjadi Fakultas Tarbiyah sebagai salah
satu Fakultas dari Universitas Baghdad, sedang rencana pengajarannya tetap
seperti sediakala. Mahasiswa yang diterima masuk Fakultas Tarbiyah ialah
pelajar yang berijazah sekolah Tsanawiyah atau sederajat dengan itu. Begitu
juga dapat diterima guru keluara Mu’allimin Ibtidaiyah, bila ia telah praktek
mengajar sekurang-kurangnya setahun lamanya serta mendapat persetujuan dari
Kementerian Pengajaran.
Lama belajar pada Fakultas Tarbiyah empat tahun, dan
mahasiswa yang lulus dalam ujian penghabisan diberi gelar Licence dalam adab
atau ulum. Fakultas Tarbiyah mempunyai perpustakaan yang besar, berisi 30.000
jilid buku-buku bermacam-macam ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhan
Fakultas Tarbiyah terdiri dari beberapa jurusan :
- Jurusan
Bahasa Arab.
- Jurusan
Bahasa-Bahasa Asing.
- Jurusan
Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan.
- Jurusan
Ilmu-Ilmu Hayat.
- Jurusan
Kimia.
- Jurusan
Ilmu Pasti.
- Jurusan
Ilmu Alam.
Ada tiap-tiap jurusan itu diberikan ilmu pendidikan
dan ilmu jiwa mulai dari tingkat II s/d tingkat IV, untuk menyiapkan mahasiswa
menjadi guru pada sekolah menengah dalam mata pelajaran yang dipelajarinya pada
jurusan yang dipilih.
Lain dari pada itu ada lagi jurusan pendidikan dan
ilmu jiwa, yaitu untuk Takhassus dalam ilmu pendidikan dan ilmu jiwa, lama
belajarnya setahun. Tujuannya mendidik mahasiswa menjadi guru ilmu pendidikan
dan ilmu jiwa pada sekolah Mu’allimin/Mu’allimat Ibtidaiyahatau menjadi pemeriksa
(penilik di Indonesia) sekolah rakyat atau kepala sekolah menengah. Mahasiswa
yang diterima masuk jurusan ilmu pendidikan atau ilmu jiwa itu ialah mahasiswa
yang telah mendapat gelar Licence pada salah satu jurusan tersebut diatas dan
telah berpengalaman praktek mengajar sekurang-kurangnya tiga tahun, serta
menguasai bahasa Inggris, sehingga dapat membaca buku-buku bahasa Inggris dalam
ilmu yang akan dipelajarinya sebagai sumber yang asli.
D.
Pembuatan Kurikulum Oleh ISIS
Kelompok ekstremis Negara Islam telah menetapkan tahun
ajaran baru mulai 9 September lalu di sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang
mereka kuasai, dan melarang keras semua lagu kebangsaan dan lagu wajib nasional
yang mengajarkan patriotisme.
Di Raqqa, Suriah, kelompok yang juga dikenal sebagai
ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) itu menerapkan kurikulum baru dengan
menghapus beberapa pelajaran seperti filsafat dan kimia, serta memodifikasi
pelajaran sains agar sesuai dengan ideologi mereka.
Di Mosul, sekolah-sekolah dipaksa menerapkan aturan
baru yang tercantum dalam buletin dua halaman dan ditempel di masjid, pasar
atau tiang listrik. Buletin tertanggal 5 September itu berbunyi antara lain:
“kabar baik tentang terbentuknya Dewan Pendidikan Negara Islam oleh sang
kalifah yang bertekad memberantas kebodohan dan menyebarkan sains religi untuk
melawan kurikulum yang telah usang."
Kurikulum di Mosul ini diduga dibuat sendiri oleh
pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Dalam panduan kurikulum, setiap rujukan ke
republik Irak atau Suriah harus diganti dengan “Negara Islam.”
Gambar-gambar dalam buku yang melanggar interpretasi
Islam ultra-konservatif akan dirobek. Lagu kebangsaan dan lirik yang mendorong
rasa cinta tanah air dianggap sebagai “hal musyrik dan menodai” agama, serta
dilarang keras.
Bisa ditebak, kurikulum baru juga tegas melarang teori
evolusi Charles Darwin, meskipun teori ini sebelumnya juga tidak diajarkan di
sekolah-sekolah di Irak.
Dalam selebaran 5 September itu “Kalifah” al- Baghdadi
juga menyerukan kelompok profesional di Irak dan di luar negeri untuk “mengajar
dan melayani kaum Muslim agar bisa memajukan rakyat Negara Islam di bidang
agama dan semua sains. "
Pemisahan gender bukan hal baru di sekolah-sekolah
Irak, di mana umumnya murid berusia 12 tahun dipisahkan menurut jenis kelamin.
Namun di Mosul, panduan kurikulum ISIS mengatakan guru-guru juga harus
dipisahkan. Guru laki-laki mengajar murid laki-laki, guru perempuan mengajar
murid perempuan. Edaran kurikulum baru ini
diakhiri dengan peringatan keras disertai ancaman.
“Pengumuman ini sifatnya mengikat. Siapa saja yang melanggar akan
menghadapi hukuman,” bunyi selebaran itu.
Di seluruh penjuru Irak, tahun ajaran baru diundur
satu bulan karena banyak gedung sekolah telah diubah menjadi tempat penampungan
pengungsi dari kota-kota yang direbut ISIS. Di Baghdad saja, 76 gedung sekolah
menjadi tempat penampungan, ujar wanita itu.
Menurut kantor berita The Associated Press,
banyak murid di Mosul tidak datang ke sekolah pada permulaan tahun ajaran baru
yang ditetapkan 9 September.
"Yang penting bagi kami sekarang adalah anak-anak
terus mendapat pendidikan secara benar, bahkan meskipun mereka harus kehilangan
satu tahun ajaran penuh dan juga tidak mendapat ijasah," kata seorang
warga yang mengaku bernama Abu Hassan. Dia dan istrinya memilih melakukan home
schooling untuk anak-anak mereka dengan mencari buku pustaka di pasar.
E.
Akibat Perang Di Irak
Departemen Pendidikan Irak mengeluarkan pernyataan
bahwa hampir seperlima dari penduduk Irak mengalami buta huruf dan memiliki
keterkaitan yang kuat dengan adanya kekerasan serta peningkatan yang luar biasa
dalam jumlah penduduk yang mengalami putus sekolah.
Pernyataan resmi departemen pendidikan Irak terkait
banyaknya buta huruf dari warga Irak bertepatan dengan pengumuman yang
dikeluarkan oleh organisasi PBB yang memperkirakan bahwa seperlima dari orang
dewasa Irak, yaitu antara usia 10 dan 49, tidak tahu cara membaca atau menulis.
Perang juga membuat sulit bagi
pemerintah untuk menerapkan UU wajib pendidikan dan membuat para keluarga tidak
bisa mengirimkan ank-anak mereka kesekolah atau menjadikan anak-anak mereka
drop out sebelum menyelesaikan pendidikan dasar mereka. Ketidak setabilan
politik negara tersebut telah menderita sejak tahun 2003, sehingga menyebabkan
tidak adanya strategi pendidikan yang komprehensif dan kurangnya pendanaan yang
tepat.
Sebelumnya pada pertengahan
1980-an Irak tercatat sebagai negara yang bebas buta huruf setelah pemerintah
meluncurkan kampanye luas untuk menghilankan buta huruf. Tapi setelah tahun
2003 Irak mengalami kemunduran di bidang pendidikan setelah terjadinya perang
dan warganya banyak yang buta huruf.
BAB III
Pendidikan di Irak mengalami
kemunduran akibat perang yang sering terjadi di Irak. Seperti perang Teluk I
dan II, dan juga akibat invasi besar-besaran oleh negara Amerika Serikat. Hal
inilah yang melatar belakangi mundurnya pendidikan di Irak, karena banyak dari
warga negara Irak mengalami buta huruf.
Pemerintah Irak kesulitan
untuk mengalokasikan dana pendidikan dan menerapkan UU wajib pendidikan akibat
perang. Hal tersebut membuat para keluarga tidak bisa mengirimkan anak mereka
ke sekolah karena membantu bekerja demi menghidupi keluarga mereka setelah
mereka kehilangan segalanya dalam perang.
DAFTAR
PUSTAKA
ð http://www.beritasatu.com/dunia/210160-ini-kurikulum-sekolah-dari-isis.html