PENDAHULUAN
Dizaman modern ini masyarakat
Indonesia telah banyak yang melupakn sejarah-sejarah terutama sejarah peradaban
Islam di Indonesia.
Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia
telah mencapai puncaknya dengan diproklamirkannya proklamasi oleh Ir. Soekarno,
sesungguhnya perjuangan bangsa ini masih banyak yang harus disempurnakan. Sejak
awal kebangkitan Nasional, posisi agama sudah mulai di bicarakan dalam
kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua
golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, negara
Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah negara “sekuler”, negara yang
dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik, sebagaimana diterapkan di
negara turki oleh mustafa kamal. Golongan lainnya bependapat, negara Indonesia
merdeka adalah “Negara Islam”.
Indonesia adalah Negara yang
memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam. Walaupun Indonesia tidak
memakai Islam sebagai Asas Negara, akan tetapi mayoritas kebudayaan yang
diusung oleh Islam sangat mendominasi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya
penduduk yang beragama Islam. Kebudayaan-kebudayaan yang berlaku itu berangsur-angsur membentuk
suatu peradaban Islam yang mampu membawa penduduk Indonesia kepada kemajuan dan
kecerdasan.
Peradaban Islam di Indonesia Sesudah
Kemerdekaan mengalami perubahan yang sangat pesat, perubahan tersebut terjadi
hampir meliputi seluruh aspek kehidupan. Untuk mengetahui Peradaban Islam di
Indonesia Setelah Kemerdekaan mari kita diskusikan makalah ini bersama.
PEMBAHASAN
A.
Fase Sebelum
Kemerdekaan
Islam tersebar di
Indonesia melalui pedagang yang berdagang ke Indonesia, di mana masyarakat Indonesia
sebelum Islam mayoritas memeluk agama Hindu. Islam tersebar di Indonesia pada
abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh sampai ke delapan Masehi.Daerah yang
pertama pertama di kunjungi oleh penyebar Islam adalah sebagai berikut:
• Pesisir utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
•
Pesisir utara pulau Jawa kemudian meluas sampai ke Maluku yang selama beberapa
abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit Dalam sejarah
perkembangan Islam di Indonesia kita tak lepas dari para wali-wali kita yang di
sebut dengan wali sembilan (wali songo) yang dengan ketulusan mereka dan
pengorbanan mereka sehinnga Islam dapat tersebar di Indonesia wali songo
tersebut adalah:
1.
Maulana
Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa
Timur.
2.
Sunan
Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.
Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.
Sunan
Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan
Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.
Sunan
Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.
Sunan
Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah
Kudus.
7.
Sunan
Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam
di daerah Demak.
8.
Sunan
Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan
islamnya di daerah Gunung Muria.
9.
Sunan
Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat
(Cirebon)
Ada tiga tahapan “masa” yang di lalui
atau pergerakan islam sebelum kemerdekaan, yaitu:
1.
Pada Masa Kesultanan
Daerah
yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh,
Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang
lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia
merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan
peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerajaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar.
Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas
dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar
yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di
kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad
Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai
kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang
dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau
paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo
sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan
Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo
Pahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam
islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh
karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama
islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau
pun kekerasan.
2.
Pada Masa Penjajahan
Dengan
datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan
pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang
barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang
teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan
Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia
untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah,
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social
islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para
bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan
untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun
1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun
1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada
bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang
bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka
mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara
perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan
Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan
mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam
penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan
gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi
masalah islam dalam tiga kategori :
a.
Bidang agama
murni atau ibadah
Pemerintahan
kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
b.
Bidang sosial
kemasyarakatan
Hukum
islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
c.
Bidang politik
Orang
islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
B.
Fase Sesudah
Kemerdekaan
Masa
seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai Rezim
Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara.
Pemerintahan
Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa katagorikan kedalam
dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi
Terpimpin (1959-1966).
1.
Islam
masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada
awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah
pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara
sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta.
Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah
keseluruhan umat Islam yang merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari
137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang
beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi
dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang di percayakan
kepada tokohIslam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
Dalam usaha
untuk menyelesaikan masalah perdebata ideologi diambilah beberapa keputusan ,
salah stunya adalah dengan mendirikan Kementrian Agama.
2. Pembentukan
Kementrian Agama
Pembentukan
Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam
Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian
tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian
Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang
diangkat pada 12 Maret 1946.
Awalnya
kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi
masing-masing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha.
Kini strukturnya pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen
Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, Bimbingan masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan
Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal,
Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta
Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan dan
Fungsi Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1.
Mengurus
serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing
perguruan-perguruan agama.
2.
Mengikuti
dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan Agama dan keagamaan.
3.
Memberi
penerangan dan penyuluhan agama.
4.
Mengurus
dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan hukum agama.
5.
Mengurus
dan mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur,
serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6.
Mengatur,
mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
Meskipun
Departemen Agama dibentuk, namun tidak meredakan konflik ideologi pada masa
sesudahnya.
Setelah
Wakil Presiden mengeluarkan maklumat No.X pada 3 November 1945 tentang
diperbolehkannya pendirian partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya
bertikai muncul kembali , Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai
Sosialis (dengan falsafah hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia)
yang Nasionalis Sekuler. Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog
ideologi secara terbuka dan memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu :
Islam, Pancasila dan Sosial Ekonomi.
Pada
kurun waktu ini , umat Islam begitu kompak , buktinya dengan ditandatanganinya
Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta. Selain
itu , dalam menghadapi pasukan Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA,
para Kiyai dan Tokoh Islam mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan
merupakan fardhu a’in, sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah.
Hasil terpenting dari kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan
politik Indonesia.
Disisi
lain, Syahrir yang merupakan pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya
rekonstruksi KNIP melalui petisi 50 negara KNIP, tujuannya agar kkabinet tak
didominasi oleh kolaborator (jepang dan Belanda). Desakan ini kemudian
dikabulkan oleh Presiden, dengan demikian KNIP mendapatkan Hak legislatif untuk
mengontrol jalannya pemerintahan. Selain itu, Syahrir dan kelompoknya juga
mendesak untuk dilakukannya perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan
Republik, kabinet bukan bertanggung jawab kepada Presiden, tapi kepada KNIP,
dengan begitu sistem pemerintahan bukan lagi presidentil, tetapi Parlementer.
Masyumi kurang sejalan dengan usulan Syahrir karena pada kenyatannya Syahrir
sangat erat berhubungan dengan Jepang dan ekspensor Belanda. Presiden pada
waktu itu setuju dengan usulan Syahrir, bahkan kemudian Syahrir diangkat
menjadi Perdana Menteri pada 14 November 1945. Hasilnya, dari 14 anggota
parlemen, hanya satu orang yang dapat dianggap mewakili tokoh Umat Islam, yaitu
H. Rasyidi yang kemudian bertamabah pada 3 Januari 1946 dengan diangkatnya M.
Natsir sebagai Menteri Penerangan. Sejak saat itu, Masyumi menjadi oposisi dan
baru pada Kabinet Amir Syarfudin Masyumi masuk sebagai partai koalisi.
Selanjutnya
dalam kabinet Hatta, ada enpat masalah krusial yang harus dselesaikan , yaitu
gerakan Darul Islam, konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan
melalui KMB dan penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun
waktu 1950-1955 peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah
pemilu 1955 dimana terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang merupakan
koalisi PNI, Masyumi dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena ingin
ikut serta dalam kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun
keluar dari kabinet karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani
krisis di beberapa daerah. Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada
1959, dikeluarkanlah Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan
sekaligus pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar taun 1945 dan usaha-usaha
partai Islam untuk menegakan sIslam sebagai ideologi negara dalam konstituante
pun mengalami jalan buntu. Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah
untuk menyatakan bahwa Piagam Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun
tampaknya kemudian menjadi awal bergantinya sistem demokrasi Liberal berganti
menjadi demokrasi terpimpin.