Anjuran Menuntut Ilmu Dan Cara Berpakaian Dalam Islam
Friday, May 16, 2014
ANJURAN
MENUNTUT ILMU DAN CARA BERPAKAIAN DALAM ISLAM
Makalah
ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“Materi PAI SMP”
Dosen
Pengampu:
Drs.
H. Rohmat Maksum, MM.

Disusun
Oleh :
Azar
Qiptiyah
Bagus
Fatoni
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM HASNUDDIN (STAIH)
PARE
KEDIRI
2014
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan mengucapkan
Alhamdulillah segala puji
syukur kehadirat Ilahi
Robbi yang telah
melimpahkan segala rahmat,
dan hidayah-Nya kepada
kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah
ini dengan lancar.
Sholawat serta
salam semoga tetap
terlimpahkan kepada nabi
Muhammad SAW. Serta
keluarga, sahabat, dan
umatnya.
Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan
rasa hormat dan
terimakasih yang tak terhingga
kepada Bapak Drs. H. Rohmat Maksum. MM selaku dosen
mata kuliah “Materi PAI SMP” dan
segenap kerabat dan
teman yang telah
memberikan bantuan dan
dukungan guna terselesaikannya tugas makalah ini.
Akhirnya kami
harapkan semoga Allah
SWT mencatat dan
menjadikan sebagai amal
maqbul dan dapat
bermanfaat. Amin.
Pare, 12 Mei 2014
Tim
Penyusun
DAFTAR
ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………...
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………...
BAB
I : PENDAHULUAN……………………………………………………………
1
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB
II : PEMBAHASAN…………………………………………………………….
2
ANJURAN MENUNTUT
ILMU…………………………………………….. . 2
A. Hadits Tentang Menuntut Ilmu……………………………………………. 2
B. Penjelasan Hadits……………..…………………………………………….. 2
CARA
BERPAKAIAN DALAM ISLAM…………………………….. 5
A. Pengertian
Etika……………………………………………………. 5
B. Dalil Pakaian Wanita Dalam
Islam……………………………….. 5
C. Etika Berpakaian Dalam
Islam……………………………………. 6
BAB
III : KESIMPULAN……………………………………………………………. 10
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam mewajibkan
umatnya untuk mencari ilmu, hal ini menunjukkan betapa pentingnya menuntut
ilmu. Dengan ilmu, manusia dapat menjadi hamba Allah yang beriman dan
beramal shaleh, dengan ilmu pula manusia mampu mengolah kekayaan alam yang
Allah berikan kepadanya. Dengan demikian , manusia juga mampu menjadi hambaNya
yang bersyukur, dan hal itu memudahkan menuju surga.
Di sisi lain, manusia
yang berilmu memiliki kedudukan yang mulia tidak hanya disisi manusia, tetapi
juga disisi Allah. Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam firman Allah dalam Q.S.
Al-Mujadilah : 11, yang artinya “Allah akan meninggikan orang – orang yang
beriman diantara kamu dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat”. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa menuntut ilmu itu sangat
penting bagi kehidupan dunia maupun akhirat. Pada makalah ini dalam
pembahasannya akan memaparkan tentang hadist tarbawy mengenai anjuran
menuntut ilmu dalam perspektif Islam.
Sebagai seorang muslim
kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai dengan syari’at islam,
supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan
tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan. Berbeda dengan zaman sekarang
banyak dikenal model yang tidak sesuai dengan syari’at islam, sebagai contoh
adalah model pakaian yang dikenal dengan istilah “you can see” yang artinya
kamu boleh melihat, atau bahkan ada yang rela mati-matian untuk menaikan bagian
bawahnya ke atas dan yang atas rela diturunkan kebawah, atau ada yang
mengenangkan baju yang tidak semestinanya dipakai oleh anak TK/SD (pakaian
super ketat) hingga terlihatlah apa yang seharusnya tidak terlihat.
Naudzubillah min dzalik.
Oleh karena itu pada
makalah ini akan membahas pula tentang cara berpakaian yang baik menurut ajaran
Islam.
B.
Rumusan Masalah
ü Seperti
apa pentingnya menuntut ilmu dalam ajaran Islam?
ü Bagaimana
cara berpakaian yang baik menurut pandangan Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
ANJURAN
MENUNTUT ILMU
A.
Hadist
tentang menuntut ilmu
حَدَ
ثَنَا هِشَاُمِ بِنْ عَمّاَرٍحَفْصُ بِنْ سُلَيْمَانَ.كَثِيْرُ بِنْ
شِنْظِيْرِ,عَنْ مُحَمَّدْ بِنْ سِيْرِ يْنَ,عَفْ أَئَفْسِ بن ما لك.قال:قال
رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم (طَلَبُ اْلِعلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ. وَوَاضِعُ
اْلعِلمِ عِنْدَغَيْر اَهْلِهِ كَمُقَلِّهِ اْلَخفَازِيْرِ
الْجَوْهَرَوَالُّلؤْلُؤُ وَالذَّهَبَ).
(رواه ابن مجاه)[[1]]
Artinya:
“Rosulullah Saw. Telah
bersabda : Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang
meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk
menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang
mengalungi beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas. (H.R. Ibnu Majah)
B. Penjelasan Hadits
Hadits diatas
menunjukkan bahwa fardhu bagi setiap orang muslim mencari ilmu, dan orang yang
memberikan ilmu bagi selain ahlinya adalah seperti orang yang mengalungkan babi
dengan mutiara, permata dan emas. Orang yang mempunyai ilmu agama yang
mengamalkannya dan mengajarkannya orang ini seperti tanah tanah subur yang
menyerap air sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan memberi
manfaaat bagi orang lain, dan Allah juga akan memudahkan bagi orang-orang yang
selama hidupnya hanya untuk mencari, dipermudahkan baginya jalan menuju
kesurga. Dengan ilmu derjat orang tersebut tinggi dihadapan Allah, Allah pun
akan meninggikan derajatnya di dunia maupun diakhirat nanti, seorang muslim
memperbanyak mengamalkan ilmu kepada orang lain, maka semakin tinggi pula
derajatnya dihadapan Allah, dibawah ini salah satu hadits yang menunjukkan
bahwa seseorang yang menempuh suatu jalan dalam hidupnya untuk mencari ilmu,
maka Allah akan mempermudahkan baginya jalan menuju surga. Selain Allah
memberikan derajat/kedudukan yang tinggi di dunia maupun di akhirat bagi orang
muslim yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang yang belum tahu.
Allah juga : Seorang yang keluar dari rumahnya dalam mencari ilmu, maka para
malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya untuk orang tersebut. Jadi sangat mulai
orang yang berniat hanya untuk mencari ilmu semasa hidupnya.
Adapun hukum menuntut
ilmu menurut hadist tersebut adalah wajib. Karena melihat betapa pentingnya
ilmu dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Manusia tidak akan bisa menjalani
kehidupan ini tanpa mempunyai ilmu. Bahkan dalam kitab taklimul muta’allim
dijelaskan bahwa yang menjadikan manusia memiliki kelebihan diantara
makhluk-makhluk Allah yang lain adalah karena manusia memilki ilmu. Dan janganlah memberikan ilmu kepada orang yang enggan
menerimanya, karena orang yang enggan menerima ilmu tidak akan mau untuk
mengamalkan ilmu itu bahkan mereka akan menertawakannya.
Ilmu
sebagai suatau pengetahuan, yang diperoleh melalui cara-cara tertentu. Karena
menuntut ilmu dinyatakan wajib, maka kaum muslimin menjalankannya sebagai suatu
ibadah, seperti kita menjalankan sholat,puasa. Maka orang pun mencari keutamaan
ilmu. Disamping itu, timbul pula proses belajar-mengajar sebagai konsekuensi
menjalankan perintah Rasulullah itu proses belajar mengajar ini menimbulkan
perkembangan ilmu, yang lama maupun baru, dalam berbagai cabangnya. Ilmu telah
menjadi tenaga pendorong perubahan dan perkembangan masyarakat. Hal itu
terjadi, karena ilmu telah menjadi suatu kebudayaan. Dan sebagai unsur
kebudayaan, ilmu mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam masyarakat
Muslim dan dihadapak Allah. Jadi ilmu juga bisa diartikan atau dijadikan
sebagai pusat dari perubahan dan perkembangan di dalam suatu masyarakat.
Kaitannya dengan hadits diatas tersebut bahwasannya ilmu telah diibaratkan
dengan keutamaan atau kelebihan Nabi yang diberikan Allah kepadanya. “Sungguh
mulia orang yang berilmu, dan semasa hidupnya hanya untuk mencari ilmu adalah
agar dimudahkan dalam masuk surga Allah, Allah pun juga akan juga akan
mempermudah baginya masuk surga”. [[2]]
“Ibnu munir menyatakan,
bahwa keutamaan ilmu dalam hadits ini dapat dilihat dimana ilmu telah
diibaratkan dengan keutamaan atau kelebihan Nabi yang diberikan Allah
kepadanya”. [[3]] Dengan mengetahui pentingnya ilmu
pengetahuan maka dengan ilmu tersebut hukum. Hukum Allah dapat diamalkan,
ditegakkan dan dikembangkan. Tanpa ilmu sangat mustahil, karena salah
satu kewajiban islam yang sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari
dan menuntut ilmu. Mencari ilmu ialah wajib hukumnya bagi setiap muslim, tidak
hanya dikhususkan satu kelompok dan tidak bagi kelompok lain seperti kewajiban
sholat, puasa, zakat.
Keutamaan orang yang berilmu sehingga
melebihi orang yang ahli ibadah. Karena ibadah tanpa ilmu tidak benar dan tidak
diterima, dan untuk membuktikan keutamaan ahli ilmu ini Allah bersama malaikat
dan seluruh penghuni langit dan bumi sampai semut dan ikan bershalawat untuk orang
yang mengajari kebaikan. Keutamaan ilmu tidak terletak beberapa ilmu yang yang
didapat tetapi pada pengembangan dan pengalamannya dalam kehidupan ataupun
masyarakat.tujuan akhir seorang mu’min adalah surga. Untuk itu seluruh ilmu
yang mereka miliki diamalkan. Seorang mu’min itu tak akan merasa puas dan lelah
dalam mencari maupun mempelajari ilmu, karena dengan ilmu semua kebajikan dapat
diraih. Selain Allah memberikan derajat/kedudukan yang tinggi di dunia maupun
di akhirat bagi orang muslim yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada
orang yang belum tahu. “Seorang yang keluar dari rumahnya dalam mencari ilmu,
maka para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya untuk orang tersebut. Jadi
sangat mulai orang yang berniat hanya untuk mencari ilmu semasa hidupnya”. [[4]]
Keutamaan orang yang berilmu sehingga melebihi orang yang ahli ibadah. Karena
ibadah tanpa ilmu tidak benar dan tidak diterima, dan untuk membuktikan
keutamaan ahli ilmu ini Allah bersama malaikat dan seluruh penghuni langit dan
bumi sampai semut dan ikan bershalawat untuk orang yang mengajari kebaikan.
Keutamaan ilmu tidak terletak beberapa ilmu yang yang didapat tetapi pada
pengembangan dan pengalamannya dalam kehidupan ataupun masyarakat.tujuan akhir
seorang mu’min adalah surga. Untuk itu seluruh ilmu yang mereka miliki
diamalkan. Caranya adalah mencari dan mengamalkan semua kebijakan tanpa merasa
lelah atau capek. Seorang mu’min itu tak akan merasa puas dan lelah dalam
mencari maupun mempelajari ilmu, karena dengan ilmu semua kebajikan dapat
diraih. “Allah tidak pernah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk mencari sesuatu
kecuali menuntut ilmu syari’at, yang berfungsi untuk menjelaskan apa-apa yang
wajib bagi seorang mukallaf”. [[5]]
CARA
BERPAKAIAN DALAM ISLAM
A. Pengertian
Etika
Dalam pergaulan hidup
bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di
perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar
mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta
terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan
yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah
yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka
etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku
manusia yang baik.
B. Dalil
Pakaian Wanita Dalam Islam
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah
hadits yang telah diriwayatkan dari Ummu, Athiyah r.a, bahwa dia berkata:
“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat ied,
maka Ummu’ Athiyah berkata, ‘salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab’
Maka Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya
kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani,).[[6]]
Berkaitan dengan
hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul
Bari, mengatakan:[[7]] “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakalah
seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar rumah jika tidak
mengenakan jilbab.” (Al-Albani : 93).[[8]]
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan dan
kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang
(terpaksa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke
dada-dada mereka.” (QS.
An-Nur: 31)
Perhiasan yang dimaksud
adalah perhiasan yang digunakan oleh wanita untuk berhias, selain dari asal
penciptaannya (tubuhnya).
Khimar adalah sesuatu yang digunakan
oleh wanita untuk menutupi kepalanya, wajahnya, lehernya, dan dadanya.
Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa
yang memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya.”
Ummu Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus dilakukan oleh para
wanita dengan ujung pakaian mereka?” Beliau menjawab, “Kalian boleh
memanjangkannya sejengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi, “Jika begitu, maka kaki
mereka akan terbuka!” Beliau menjawab, “Kalian boleh menambahkan satu hasta dan
jangan lebih.” (HR.
At-Tirmizi) Sehasta adalah dari ujung jari tengah hingga ke siku.[[9]]
Dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada dua golongan penduduk neraka
yang keduanya belum pernah aku lihat: (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita yang
berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu
atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita
tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal
bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini.” (HR.
Muslim).[[10]]
Makna ‘berpakaian tetap telanjang’
adalah: Dia menutup sebagian auratnya tapi menampakkan sebagian lainnya. Dan
ada yang menyatakan maknanya adalah: Dia menutupi seluruh auratnya tapi dengan
pakaian yang tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya.[[11]]
C. Etika Berpakaian
Menurut Ajaran Islam
Sewajarnya seseorang
itu memakai pakaian yang sesuai karena pakaian sopan dan menutup aurat adalah
cermin seseorang itu muslim sebenarnya.
Islam tidak menetapkan bentuk atau warna
pakaian untuk dipakai, baik ketika beribadah atau di luar ibadah. Islam hanya
menetapkan bahwa pakaian itu mestilah bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai
dengan akhlak seorang Muslim.
Mengapa berjilbab bagi
wanita muslim diwajibkan oleh Allah swt ?
Karena dari ujung
rambut sampai ujung kaki adalah aurat bagi wanita dan diperintah kan oleh Allah
untuk menutupinya. Aurat wanita dapat mengundang kemaksiatan bagi orang yang
melihatnya, menutup auratpun dapat menghindarkan wanita dari kedzaliman orang
lain. Selain daripada itu, bisa mengangkat derajat dan martabat wanita di mata
Allah maupun masyarakat.
Dalam beberapa
hadist telah jelas sangat dilarang bermegah – megahan membangga – banggakan
barang yang dikenakan, Allah SWT sangat membenci orang yang sombong bisa
dipikirkan dan ditelaah dalam-dalam, Allah saja pemilik semesta alam tidak
pernah sombong kepada Makhluknya.
Surat Al a’raf
ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk menutup
aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain.
yang artinya
: “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk
menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimu’tetapi pakaian takwa itulah yang
lebih baik demikianlah sebagai tanda-tanda Allah’mudah-mudahan ingat.”(al-A’raf: 26)
Di dalam Islam
ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita)
yaitu:
1) Menutup aurat: aurat lelaki menurut ahli hukum
ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota
badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat." (Bukhari)
2) Tidak menampakkan tubuh: pakaian yang jarang
sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang
bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang
melihatnya.
Rasulullah SAW
bersabda yang bermaksud: "Dua golongan ahli neraka yang belum
pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang
digunakan bagi memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai
pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti
bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya
walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang jauh." (Muslim).
3) Pakaian tidak
ketat: tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan.
4) Tidak menimbulkan riak: Rasulullah saw bersabda
bermaksud: "Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan
sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis
lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Sesiapa yang memakai pakaian
yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari
akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)
5) Lelaki, wanita
berbeza: maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai
oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan
tegas menerusi sabdanya yang bermaksud:
"Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian
dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim)
Baginda juga bersabda bermaksud:
"Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan
wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan Al-Hakim).
6) Larangan pakai
sutera: Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang
yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq
'alaih)
7) Melabuhkan
pakaian: contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak
syarak iaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada.
Allah berfirman bermaksud:
"Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri
dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan beriman, supaya mereka
melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar);
cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang
baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah
Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
(al-Ahzab:59)
8) Memilih warna sesuai: contohnya warna-warna lembut termasuk putih
kerana ia nampak bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi
pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian
putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain
putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim)
9) Larangan memakai emas: termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam
ialah barang-barang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan
sebagainya. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita
namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti
wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat
bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda
bermaksud: "Haram kaum lelaki memakai sutera dan
emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita.
10) Mulakan sebelah kanan: apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya,
mulakan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah
bermaksud: "Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti
memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci."Apabila memakai kasut atau
seumpamanya, mulakan dengan sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, mulakan
dengan sebelah kiri. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Apabila
seseorang memakai kasut, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila
menanggalkannya, mulakan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang
pertama memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat
Muslim).
11) Selepas beli pakaian: apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah
seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:
"Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang
memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat
baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan
apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada
Rasulullah".
12) Berdoa: ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian
kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat
mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan
melainkan Dia”.
Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu
memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan agamanya kerana sesungguhnya
pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang Muslim yang sebenarnya.
BAB
III
KESIMPULAN
ü Pentingnya
menuntut ilmu dalam Islam telah digambarkan bahwa manusia tidak akan sanggup
menjalani kehidupan. Dan ilmu juga sebagai pembeda antara manusia dengan
makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Dan hokum menuntut ilmu dalam Islam
adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.
ü Sewajarnya
seseorang itu memakai pakaian yang sesuai karena pakaian sopan dan menutup
aurat adalah cermin seseorang itu muslim sebenarnya. Islam tidak menetapkan
bentuk atau warna pakaian untuk dipakai, baik ketika beribadah atau di luar
ibadah. Islam hanya menetapkan bahwa pakaian itu mestilah bersih, menutup
aurat, sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Hadits
Riwayat Sunan Ibnu Majah, Kitab Al-ilmi. (Beirut: Dar Al-Fikri, 2001)
Jilid 3
Ø Ibnu
Hajar Al-asqani, Al Imam Al Hafidz, Fathul Baari Syarah. (Jakarta :
Pustaka Azzam, 2002) Jilid 5.
Ø M.
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-qur’an. (Jakarta: Paramida, 1996)
Ø Sunan
Ibnu Majah, Kitab al-ilmi. Bab Keutamaan Ulama’ dan anjuran mencari ilm.
(ttp: Dar Al Fikri, 2001) Jilid 1
Ø Prof.
Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
2000. Jakarta: Suara Muhammadiyah.
Ø Humpunan
Putusan Tarjih.Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah Cetakan III.
Yogyakarta:Pustaka “SM”
Yogyakarta:Pustaka “SM”
[1]. Hadits Riwayat Sunan Ibnu Majah, Kitab
al-ilmi, Bab Keutamaan Ulama’ dan anjuran mencari ilmu (Bentuk-bentuk Dar
Al Fikri 2001) Jilid 1. Hal 183.
[2].
M. Dawam Rahardjo, SE, Ensiklopedi Al-qur’an (Jakarta : Paramida 1996) hal 530.
[3].
Ibnu Hajar Al asqalani, Al-iman Al hafidzh, Fathul Baari syarah (jakarta
: pustaka Azzam, 2002) jilid 5, hal 345.
[4].
Hadits Riwayat Sunan Ibnu Majah, Kitab Al-ilmi (Beirut : Dar Al-Fikri,
2001) Jilid 3, hal 184.
[5]. Ibnu Hajar Al-asqani, Al Imam Al Hafidz, Fathul
Baari Syarah (Jakarta : Pustaka Azzam : 2002) Jilid 5. Hal 263.
[6].
(Muttafaqun ‘alaihi)
(Al-Albani, 2001 : 82).
[8].
Al-Albani, 2001 : 93
[9].
HR. At-Tirmizi no. 1731
dan An-Nasai no. 5241
[10].
HR. Muslim no. 2128
[11].
Lihat Syarh Muslim: 14/356
Subscribe to:
Posts (Atom)