Peradaban Islam Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan Indonesia

Sunday, April 28, 2013

|


PENDAHULUAN

            Dizaman modern ini masyarakat Indonesia telah banyak yang melupakn sejarah-sejarah terutama sejarah peradaban Islam di Indonesia.
            Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dengan diproklamirkannya proklamasi oleh Ir. Soekarno, sesungguhnya perjuangan bangsa ini masih banyak yang harus disempurnakan. Sejak awal kebangkitan Nasional, posisi agama sudah mulai di bicarakan dalam kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah negara “sekuler”, negara yang dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik, sebagaimana diterapkan di negara turki oleh mustafa kamal. Golongan lainnya bependapat, negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”.
            Indonesia adalah Negara yang memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam. Walaupun Indonesia tidak memakai Islam sebagai Asas Negara, akan tetapi mayoritas kebudayaan yang diusung oleh Islam sangat mendominasi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya penduduk yang beragama Islam. Kebudayaan-kebudayaan  yang berlaku itu berangsur-angsur membentuk suatu peradaban Islam yang mampu membawa penduduk Indonesia kepada kemajuan dan kecerdasan.
            Peradaban Islam di Indonesia Sesudah Kemerdekaan mengalami perubahan yang sangat pesat, perubahan tersebut terjadi hampir meliputi seluruh aspek kehidupan. Untuk mengetahui Peradaban Islam di Indonesia Setelah Kemerdekaan mari kita diskusikan makalah ini bersama.






PEMBAHASAN
A.  Fase Sebelum Kemerdekaan
Islam tersebar di Indonesia melalui pedagang yang berdagang ke Indonesia, di mana masyarakat Indonesia sebelum Islam mayoritas memeluk agama Hindu. Islam tersebar di Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh sampai ke delapan Masehi.Daerah yang pertama pertama di kunjungi oleh penyebar Islam adalah sebagai berikut:

• Pesisir utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
• Pesisir utara pulau Jawa kemudian meluas sampai ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia kita tak lepas dari para wali-wali kita yang di sebut dengan wali sembilan (wali songo) yang dengan ketulusan mereka dan pengorbanan mereka sehinnga Islam dapat tersebar di Indonesia wali songo tersebut adalah:
1.      Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2.      Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.      Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.      Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.      Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.      Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7.      Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8.      Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9.      Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)

Ada tiga tahapan “masa” yang di lalui atau pergerakan islam sebelum kemerdekaan, yaitu:
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerajaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
a.       Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
b.    Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
c.    Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.

B.  Fase Sesudah Kemerdekaan
            Masa seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai Rezim Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara.
            Pemerintahan Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa katagorikan kedalam dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966).
1.    Islam masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta. Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari 137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang di percayakan kepada tokohIslam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
Dalam usaha untuk menyelesaikan masalah perdebata ideologi diambilah beberapa keputusan , salah stunya adalah dengan mendirikan Kementrian Agama.
2.     Pembentukan Kementrian Agama
Pembentukan Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang diangkat pada 12 Maret 1946.
Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan dan Fungsi Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1. Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan Agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
4. Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
5. Mengurus dan mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
Meskipun Departemen Agama dibentuk, namun tidak meredakan konflik ideologi pada masa sesudahnya.
Setelah Wakil Presiden mengeluarkan maklumat No.X pada 3 November 1945 tentang diperbolehkannya pendirian partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul kembali , Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai Sosialis (dengan falsafah hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) yang Nasionalis Sekuler. Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog ideologi secara terbuka dan memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu : Islam, Pancasila dan Sosial Ekonomi.
Pada kurun waktu ini , umat Islam begitu kompak , buktinya dengan ditandatanganinya Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta. Selain itu , dalam menghadapi pasukan Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA, para Kiyai dan Tokoh Islam mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan merupakan fardhu a’in, sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah. Hasil terpenting dari kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan politik Indonesia.
Disisi lain, Syahrir yang merupakan pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya rekonstruksi KNIP melalui petisi 50 negara KNIP, tujuannya agar kkabinet tak didominasi oleh kolaborator (jepang dan Belanda). Desakan ini kemudian dikabulkan oleh Presiden, dengan demikian KNIP mendapatkan Hak legislatif untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Selain itu, Syahrir dan kelompoknya juga mendesak untuk dilakukannya perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Republik, kabinet bukan bertanggung jawab kepada Presiden, tapi kepada KNIP, dengan begitu sistem pemerintahan bukan lagi presidentil, tetapi Parlementer. Masyumi kurang sejalan dengan usulan Syahrir karena pada kenyatannya Syahrir sangat erat berhubungan dengan Jepang dan ekspensor Belanda. Presiden pada waktu itu setuju dengan usulan Syahrir, bahkan kemudian Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri pada 14 November 1945. Hasilnya, dari 14 anggota parlemen, hanya satu orang yang dapat dianggap mewakili tokoh Umat Islam, yaitu H. Rasyidi yang kemudian bertamabah pada 3 Januari 1946 dengan diangkatnya M. Natsir sebagai Menteri Penerangan. Sejak saat itu, Masyumi menjadi oposisi dan baru pada Kabinet Amir Syarfudin Masyumi masuk sebagai partai koalisi.
Selanjutnya dalam kabinet Hatta, ada enpat masalah krusial yang harus dselesaikan , yaitu gerakan Darul Islam, konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan melalui KMB dan penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun waktu 1950-1955 peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah pemilu 1955 dimana terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang merupakan koalisi PNI, Masyumi dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena ingin ikut serta dalam kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun keluar dari kabinet karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani krisis di beberapa daerah. Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada 1959, dikeluarkanlah Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan sekaligus pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar taun 1945 dan usaha-usaha partai Islam untuk menegakan sIslam sebagai ideologi negara dalam konstituante pun mengalami jalan buntu. Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah untuk menyatakan bahwa Piagam Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun tampaknya kemudian menjadi awal bergantinya sistem demokrasi Liberal berganti menjadi demokrasi terpimpin.

0 komentar:

Post a Comment

™Welcome to Bagu's08 Blog, Now Is Time To Be Smart™

Followers

Powered by Blogger.

Bagus

Bagus