PEMBAHASAN
A.
Kedatangan islam di indonesia.
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup
mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran
dan perdagangan antara kepulauan indonesia dengan berbagai daerah daratan asia
tenggara.wilayah barat nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual
disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara
cina dan india. Sementara itu, pala dan cenkeh yang berasal dari maluku,
dipasarkan dijawa dan sumatra, untuk kemudian dijual pada pedagang asing.
Pelabuhan-pelabuhan penting disumatra dan jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering
disinggahi pedagang asing, seperti lamuri (Aceh) Barus dan Palembang di
Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang
sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7M (abad I H),
islam pertama kali berkmbang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan
portugis (1511), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh plosok Nusantara
dibawa ke Cina dan India., terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang
langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian , Malaka menjadi mata
rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan
laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di
sebelah Utara menuju teluk Oman, melalui selat Ormuz ke Teluk Persia. Jalan
kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan
harus melalui daratan ke kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran
tersebut, kapal-kapal Arab, Persia dan India mondar mandir dari Barat ke Timur
dan terus ke negri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang
perginya.
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut
sesudah abad ke-9M tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut hanya sampai
di pantai barat India, karena barang-barang yang di perlukan sudah dapat di
beli di sini. Kapal-kapal indonesia juga mengambil bagian dalam perjalanan
niaga tersebut. Pada Zaman Sriwijaya, pedagang-pedagang Nusantara mengunjug
pelabuhan-pelabuhan Cina dan Pantai Timur Afrika.
Menurut J.C. van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat
diperkirakan sejak 674M ada koloni-koloni Arab di Barat Laut Sumatra, yaitu di
Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal. Dari berita Cina bisa diketahui
bahwa dimasa dinssti Tang( abad 9-10M) orang-orang Ta-shih sudah ada di kanton
(Kan-fu) dan Sumatra. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia,
yang ketika itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional antara negri-negri di Asia bagian Barat
dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan islam dibawah bani Umayyah
dibagian barat dan kerajaan Cina zaman dinasti Tang akan tetapi, menurut Taufik Abdullah , belum
ada bukti bahwa pribumi indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para
pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu , diduga sejauh yang
paling bisa dipertanggung jawabkan ialah para pedagang arab tersebut , hanya
berdiam untuk menunggu muslim yang baik bagi pelayaran.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk
islam, bermula dari penduduk pribumi koloni-koloni pedagang muslim itu.
Menjelang abad ke- 13M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai, Perlak
dan Palembang di Sumatra. Di Jawa, makam Fatimah Binti Maimun di leran (Gresik)
yang berangka tahun 475H (1082M), dan makam-makam islam di Tralaya yang berasal
dari abad ke-13M merupakan bukti berkembangnya komunitas islam, termasuk di
pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang
sahih yang meberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan
tentang perkembangan masyarakat islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan
historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komunitas
islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan islam itu, perkembangan agama
islam di indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. (1) Singgahnya
pedagang-pedagang islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah
berita luar negri,terutama Cina, (2) Adanya
komunitas-komunitas islam dibeberapa daerah di kepulauan Indonesia.
Sumbernya, di samping berita-berita asing juga makanan-makanan Islam, dan (3)
berdirinya kerajaan-kerajaan islam.
B.
Kondisi dan situasi politik kerajaan-kerajaan di Indonesia
Cikal bakal kekuasaan islam telah dirintis pada periode abad
1-5H/7-8M, tetapi semua tenggelam dalam hegemoni maritm Sriwijaya yang erpusat
di Palembang dan Majapahit di jawatimur . pada periode ini para pedagang dan
mubaligh muslim membentuk komunitas-komunitas islam. Mereka memperkenalkan
islam yang mengajarkan toleransi dan kesamaan derajat di antara sesama,
sementara ajaran Hindu-Jawamenekankan prbedaan derajat manusia. Ajaran islam ini
sangat menarik perhatian penduduk setempat. Karena itu, islam tersebar di
kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai.
Masuknya islam ke daerah-daerah di indonesia tidak dalam waktu yang
bersamaan. Di samping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah
ketika datang islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10M, kerajaan
Sriwijaya meluaskan kekuasaanya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal
itu erat hubunganyaa dengan usaha penguasaan selat Malakayang merupakan kunci
bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Datangnya orang-orang muslim
kedaerah itusama sekali belum memperhatikan dampak-dampak politik., karena
mereka datang hanya memang untuk usaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan
orang-orang islam dalam bidang poitik terlihat pada abad ke-9M, ketika mereka
terlibat dalam pemberotakanpetani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa
pemerintahan kaisar Hi-Tsung (878-889M). Akibat pemberontakan itu, kaum
muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainya ke Kedah, wilayah yang masuk ke
kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke Palembang dan membuat perkampungan
Muslim disini. Kerajaan-kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi
orang-orang muslimdi wilayah kekuasaanya.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad
ke-12M, kerajaan ini mulai masuki masa kemunduranya. Untuk mempertahankan
posisi ekonominya, kerajaan sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebh berat
dari kapal-kapal dagang yang singgah ke pelabuhan-pelabuhanya. Akan tetapi,
usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru
karesabaliknya kapal-kapal dagang asing sering kali menyingkir. Kemunduran
ekonomi ini membawa dampak terhadap perkembangan politik.
Kemudian politik dan ekonomi Sriwijaya dipecat oleh usaha-usaha kerajaan
Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan di jawa ini melakukan ekspedisi
Pamalayu tahun 1275 dan berhasil mengalahkan kerajaan melayu di Sumatra.
Keadaan it mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai oleh kerajaan
Sriwijaya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatka pula oleh pedagang-pedagang muslim
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka
mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai
kerajaan yang bercorak islam, yaitu kerajaan Pasai di pesisir Timur Laut Aceh.
Daerah ini sudah di singgahi pedagang-pedagang
muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan
disana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudra Pasai dengan segera berkembang
baik dalam bidang politik maupun perdagangan.
Karena kekacauan-kekacauan dalam negri sendiri akibat perebutan
kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak
mampu mengontrol daerah melayu dan selat malaka dengan baik, sehingga kerajaan
Samudra Pasai dan Malaka dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaanya
hingga abad ke-16M.
Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada
masih berkuasa, situasi politik pusat kerajaan memang tenang, sehingga banyak
daerah dikepulauan Nusantara mengakui berada dibawah perlindunganya. Tetapi
sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364M) dan di susul Hayam Wuruk (1389M),
situasi Majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan anara
Wikramawhardana da Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh aun. Setelah
Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan dikalangan istana kembali muncul
dan berlarut-larut. Pada tahun 1468M Maja Pahit di serang Girindrawardhana dari
Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat di katakan sudah habis. Tome Pires
(1512-1515M), dalm tulisanya suma oriental, tidak lagi menyebut-nyebut
nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama semakin memuncak akhirnya
menyebabkan keruntuhannya.
C.
Munculnya pemukiman-pemukiman muslim di kota-kota pesisir
Seperti disebutkan di atas, menjelang abad ke-13M, pesisir aceh
sudah ada pemukiman muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang
muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi didaerah ini.
Karena itu, diprkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan
itu terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan islam pertama di
Kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Pasai yang didirikan
pada pertengahan abad ke-13M, setelah kerajaan islam ini berdiri, perkembangan
masyarakat muslim di Malaka makn lama makin meluas dan pada awal abad ke-15M,
di daerah ini lahir kerajaan islam kedua di asia tenggara. Kerajaan ini cepat
berkembang, bahkan dapat mengambi alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari
kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing. Lajunya perkembangan masyarakat
Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
Setelah malaka jatuh ke tangan portugis (1511 M), mata rantai
penting pelayaran beralih ke Aceh, kerajaan islam yang melanjutkan kejayaan
Samudra pasai. Dari sini, proses islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung
lebih cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan portugis yang menguasai
Malaka, untuk sementara waktu kapal-kapal pemilih berlayar menelusuri pantai
Barat Sumatra. Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaanya ke Selatan sampai
ke Pariaman dan Tiku. Dari pantai Sumatra, kapal-kapal memasuki selat Sunda
menuju pelabuhan-pelabuhan di pantai Utara Jawa.
Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1511), dalam suma oriental-nya,
dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir Sumatra Utara dan Timur
selat Malakayaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat
dan kerajaan-kerajaan islam. Akan tetapi,
menurut berita itu, daerah-darah yang belum islam juga masih banyak,
yaitu palembang dan daerah-daerah pedalaman. Proses islamisasi ke daerah-daerah
pedalaman aceh, Sumatra Barat, terutama terjadi sejak aceh mlakukan ekspansi
politiknya pada abad ke-16 dan ke-17M.
Sementara itu, di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung, sejak
abad ke-11M, meskipun belum meluas; terbukti dengan di temukanya makam Fatimah
binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475H (1082M). Berita tentang
islam di Jawa pada abad ke-11 dan 12M memang masih sangat langka. Akan tetapi,
sejak akhir abad ke-13M dan abad-abad berikutnya, terutama ketika Majapahit
mencapai puncak kebesaranya, bukti-bukti adanya proses islamisasi sudah banyak,
dengan ditemukanya beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik.
Bahkan, menurut berita Ma-huan tahun 1416M, di pusat Majapahit maupun
dipesisir, terutama dikota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasi dan
sudah pula terbentuk masyarakat muslim.
Pertumbuhan masyarakat islam disekitar Majapahit dan terutama di
beberapa kota pelabuhan di Jawa erat
hubunganya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra
Pasai,Malaka dan Aceh.
Tome Pires juga menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang
bercorak Islam, yaitu Demak, dan kerajaan-kerajaan di daerah pesisir Utara Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, di samping masih ada kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu.
Melihat makam-makam muslim yang terdaoat di situs-situs Majapahit,
diketahui bahwa islam sudah hadir di ibu kota Majapahit sejak kerajaan itu
sudah mencapai puncaknya. Meskipun demikian, lazim dianggap bahwa islam di Jawa
pada mulanya menyebar selama periode merosotnya kerajaan Hindu-Budhis. Islam
menyebar ke posisi pulau jawa melalui hubungan perdagangan, kemudian dari
pesisir ini, agak belakang menyebar ke pedalaman pulau itu. Tome pires memberi
gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah di pesisir Jawa berada di bawah
pengaruh muslim:
Pada waktu terdapat orang-orang kafir di sepanjan pesisir Jawa,
banyak pedagang yang biasa datang : orang persia, Arab, Gujarat, Bengali,
Melayu dan bangsa-bangsa lain. Mereka mulai berdagang di negri itu dan
berkembang menjadi kaya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mullah-mullah datang dari luar. Oleh karena iti, mereka datang dengan jumlah
yang terus meningkat. Anak-anak orang kaya muslim sudah menjadi orang Jawa dan
kaya, Karena mereka telah menetap di daerah ini sekitar 70 tahun. Di beberapa
tempat, raja-raja jawa yang kafir menjadi muslim, sementara para mullah dan
para pedagang muslim mendapat posisi di sana. Yang lain mengambil jalan
membangun benteng di sekitar tempat-tempat mereka tinggal dan mengambil
masyarakat-masyarakat pribuminya, yang berlayar di kapal-kapal mereka. Mereka
membunuh raja-raja jawa serta menjadikan diri mereka sebagai raja. Dengan cara
ini . mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan-tuan di pesisir itu serta
mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa.
Perkembangan islam di pulau jawa bersamaan waktunya dengan
melemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluan kepada raja-raja islam
pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah
bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan tang tertua dari wali songo,
Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat.
Pengaruh islam masuk ke Indonesia bagian timur, khususnya daerah
Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang pada
pusat lalulintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Menurut
tradisi setempat, sejak abad ke-14M, islam datang ke daerah Maluku. Raja
ternate yang ke duabelas, Molomatea (1350-1357M) bersahabat karib dengan orang
Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan
dalam kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat
islam sebelum rajanya masuk islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan, dan
Bacan. Menurut TomePires, orang masuk islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465M.
Hal itu sejalan dengan berita Antonio Galvao. Orang-orang islam datang ke
maluku tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan
sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui
perdagangan, dakwah dan perkawinan.
Kalimantan timur pertama kali di selamatkan oleh Datuk Ri Bandung
dan Tunggang Parangan. Kedua mubaligh itu datang ke Kutai seelah orang-orang
Makasar masuk islam. Proses islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya di
perkirakan terjadi sekitar tahun 1575.
Sulawesi, terutama bagian Selatan, sejak abad ke-15M sudah
didatangi oleh pedagang-pedagang muslim, mungkin dari Malaka, Sumatra dan Jawa.
Pada awal abad ke-16M, di Sulawesi masih banyak kerajaan yang masih beragama
berhala. Akan tetapi, pada abad ke-16 di bagian Gowa, sebuah kerajaan terkenal
di daerah itu, telah terdapat masyarakat muslim. Di Gowa dan tallo raja-rajanya
masuk islam secara rresmi pada tanggal 22 September 1605 M.
Proses islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa di lakukan
dengan cara damai, oleh Dato’ Ri Bandung dan Dato’ Sulaeman keduanya memberikan
ajaran-ajaran islam kepada masyarakat dan raja. Setelah secara resmi memeluk
agama islam, Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng. Wajo, dan terakhir Bone.
Kerajaan-kerajaan itupun masuk islam, Wajo, 10 Mei 1610M dan Bone, 23 November
1611 M.
Proses islamisasi tidak berhenti sampai berdirinya
kerajaan-kerajaan islam tetapi terus berlangsung intensif dengan berbagai cara
dan saluran.
D.
Saluran dan cara-cara islamisasi di indonesia
Kedatangan islam dan penyebaran kepada golongan bangsawa dan rakyat
umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik dalam kerajaan
mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana, maka islam di jadikan alat politik bagi golongan bangsawan
atau pihak-pihak yang menghendakikekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan
pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran
dan perdagangan. Apabila kerajaan islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan
perang terhadap kerajaan non-islam. Hal itu bukanlah persoalan agama tetapi
karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang
berkembang ada enam yaitu:
1.
Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan.
Kesibukan lalulintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Membuat
pedagang-pedagang muslim (Atab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negri-negri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran
islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik
kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran
islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau jawa yang penduduknya
ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya
itu anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat,
penguasa-penguasa jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati majapahit yang di
tempatkan di pesisir utara jawa banyak yang masuk islam, bukan hanya karena
faktor politik dalam negara yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor
hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan
selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2.
Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomis, para pedagang muslim memiIiki setatus sosaial
yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar
itu. Sebelum kawin, merekaa diislamkan lebih dahulu, setelah mereka mempunyai
keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung,
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya,
adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah
yang terakhir ini masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih
menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau
anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu turut
mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat
atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan
PutrinKawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah
(Raja pertama Demak ) dan lain-lain.
3.
Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang
bercampur dengan ajaran yang sudah luas di kenal oleh masyarakat indonesia.
Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada yang mengawini putri-putri bangsawan
setempat. Dengan tasawuf “bentuk” islam yang di ajarkan kepada penduduk pribumi
mempunyai kesamaan dengan alam pemikiran mereka yang sebelumnya menganut agama
Hindu, sehingga agama baru itu mudah di mengerti dan mudah diterima. Di antara
ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia pra-islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, Dan Sunan Panggung di
Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad
ke-20 M.
4.
Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun
pondok yang di selenggarakn oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama.
Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing kemudian berdakwah ketempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya,
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmatdi Ampel Denta Surabaya dan Sunan
Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Maluku untuk
mengajarkan agama islam.
5.
Saluran Kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling tekenal adalah
pertunjukan wayang. Dikatakn, Sunana Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir
dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian
cerita wayang masih di petik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di
cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain
juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad dan sebagainya)
seni bangunan dan seni ukir.
6.
Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan semua rakyatnya masuk
islam setelah rajanya masuk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan
Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-muslim. Kemenangan
kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu
masuk islam.
0 komentar:
Post a Comment