PENDAHULUAN
Al-Qur’an
merupakan wahyu Ilahi yang diturunkan dengan penuh kemukjizatan. Ayat-ayatnya
memiliki kelebihan masing-masing. Tak satupun yang bisa disia-siakan hanya
karena alasan sudah ada penggantinya dari ayat yang lain.
Tanpa
perhatian yang intensif, tidak menutup kemungkinan seseorang akan berasumsi
bahwa banyaknya kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Qur’an hanyalah
merupakan sebuah tikrar (pengulangan redaksi). Padahal, tidak jarang terdapat
hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu akan mengantarkan orang yang
tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi pemahaman dinamis. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode yang bisa
mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip untuk
kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan makna
didalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Qur’an sehingga dapat
dipahami bahwa setiap ayat memiliki kelebihannya masing-masing.
Pada tataran
itulah, kehadiran metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip
diorientasikan dan difokuskan pada komparasi antar ayat. Komparasi antar ayat
berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan
persamaan redaksi, maupun kasus atau sebaliknya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Metode Tafsir Muqoron
Metode tafsir
Muqoron adalah “membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan
yang memeiliki redaksi yang berbeda bagi maslah atau kasus yang sama atau
diduga sama”.
Termasuk dalam
objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-qur’an dengan
sebagaian yang lainnya, yang tampaknya bertentangan, serta membandingkan
pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
Al-Kumi
menyatakan bahwa tafsir Muqoron antar ayat merupakan upaya membandingkan
ayat-ayat al-Qur’an antara sebagian dengan sebagian lainnya. Selanjutnya beliau
mengemukakan pendapat al-Farmawi yang mendefinisikan tafsir muqoron antar ayat
dengan upaya membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah yang sama.
Nasruddin Baidan menyatakan bahwa ahli
ilmu tafsir tidak berbeda pendapat dalam mendifinisikan tafsir muqoron. Dari
berbagai literature yang ada, dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih dan atau
memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
Dari definisi
diatas cukup jelas kiranya untuk memberi pemahaman bahwa tafsir muqoron
merupakan pola penafsiran al-Qur’an untuk ayat-ayat yang memiliki kesamaan
redaksi maupun kasus atau redaksinya berbeda, namun kasusnya sama begitu juga
sebaliknya.
B.
Ruang Lingkup
Metode Tafsir Muqoron
Secara global,
tafsir muqoron antar ayat dapat diaplikasikan pada ayat-ayat Al-qur’an yang
memeiliki dua kecenderungan. Pertama adalah ayat-ayat yang memiliki kesamaan memiliki
perbedaan ungkapan tetapi tetap dalam satu maksud, kajian perbadingan ayat
dengan ayat tidak hanya terbatas pada analisis redaksional (mabahits lafzhiyat)
saja, melainkan mencakup perbedaan kandungan makna masing-masing ayat yang
diperbandingkan. Disamping itu dibahas perbedaan kasus yang yang dibicarakan
oleh ayat-ayat tersebut, termasuk juga sebab turunnya ayat serta konteks
sosio-kultural masyarakat pada waktu itu.
1.
Perbandingan
Ayat dengan Ayat
Quraish shihab mempraktikkan penggunaan metode
muqoron dengan membandingkan dua ayat yang mirip secara redaksional, yaitu ayat
126 surat Al-Imron dengan ayat 10 surat al-Anfal;
وما جعله الله الا بشرى لكم ولتطمئن قلوبكم به وماالنصر الا من عند
الله العزيزالحكيم
Artinya: “Allah tidak menjadikannya (pemberian bala-bantuan
itu) melainkan sebbagai kabar gembira bagi kamu, dan agar
tentram hati kamu karenanya. Dan kemenangan itu hanya bersumber dari Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksna.”(al-Imron:126)
وما جعله
الله الا بشرى ولتطمئن به قلوبكم وماالنصر الا من عند الله ان الله عزيزحكيم
Artinya: "Allah tidak menjadikannya (pemberian
bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu karenanya menjadi
tenteram. Dan kemenangan itu hanyalah bersumber dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (al-Anfal: 10)
Perbedaan antara ayat
pertama dan ayat kedua adalah:Pertama, dalam surat Ali 'Imrân
dinyatakan بشرى لكم sedangkan dalam
surat al-Anfâl tidak disebutkan kata لكم. Kedua,
dalam surat Ali 'Imran dinyatakan ولتطمئن
قلوبكم به yakni menempatkan kata بهsetelah قلوبكم sedang dalam surah al-Anfâl
kata به diletakkan sebelum قلوبكم. Ketiga, surah Ali 'Imrân
ditutup dengan وماالنصر الا من عند الله
العزيزالحكيم tanpa menggunakan kata إن sedang
surat al-Anfâl ditutup dengan menggunakan إن yang
berarti "sesungguhnya",إن الله عزيز حكيم Ayat
al-Anfâl disepakati oleh ulama sebagai ayat yang berbicara tentang turunnya
malaikat pada Perang Badar. Sedang ayat Ali 'Imran turun dalam konteks janji
turunnya malaikat dalam Perang Uhud. Dalam perang tersebut malaikat tidak jadi
turun karena kaum muslimin tidak memenuhi syarat kesabaran dan ketakwaan yang
ditetapkan Allah ketika menyampaikan janji itu (sebagaimana tersebut di ayat
125).
Perbedaan redaksi
memberi isyarat perbedaan kondisi kejiwaan dan pikiran lawan bicara, dalam hal
ini kaum muslim. Pada Perang Badar, kaum muslim sangat khawatir akibat
kurangnya jumlah pasukan dan perlengkapan perang. Berbeda dengan Perang Uhud,
jumlah mereka lebih banyak --sekitar 700 orang, sehingga semangat menggelora
ditambah keyakinan akan turunnya bantuan malaikat sebagaimana pada Perang
Badar. Tidak ditemukannya kata لكم pada
ayat kedua mengisyaratkan kegembiraan yang tidak hanya dirasakan oleh pasukan
Badar, tapi semua kaum muslimin karena bukankah kemenangan pada perang itu
merupakan tonggak utama kemenangan Islam di masa datang? Di ayat pertama,
penggunaan kata لكم mengisyaratkan
bahwa berita gembira hanya ditujukan kepada yang hadir saja, itupun dengan
syarat-syarat.
Didahulukannya به atas قلوبكم dalam surat al-Anfâl adalah dalam konteks mendahulukan
berita yang menggembirakan untuk menunjukkan penekanan dan perhatian besar yang
tercurah terhadap berita dan janji itu. Berbeda dengan surat Ali 'Imrân,
konteks ayat itu tidak lagi memerlukan penekanan karena bukankah sebelumnya hal
itu sudah pernah terjadi pada Perang Badar?. Itu pula sebabnya dalam surat Ali
'Imrân tidak dipakai kata إن sebagai penguat
karena, sekali lagi, ia tidak diperlukan
2.
Perbandingan
Ayat dengan Hadits
Tentunya, yang sepadan untuk
dibandingkan dengan ayat al-Qur'an adalah hadits yang berkualifikasi shahîh,
sehingga hadits dha`iftidak perlu dijadikan perimbangan dengan ayat
al-Qur'an. Salah satu contoh adalah sabagai berikut:
a) Al-Qur'an:
فمكث غيربعيد فقال اخطت بما لم تحط به وجئتك من سباء بنباء يقين.اني وجدت امراة تملكهم واوتيت من كل شيئ ولها عرش عظيم
Artinya: "Tak lama kemudian burung Hud-hud berkata
kepada Nabi Sulaiman: "Saya mengetahui apa yang Baginda belum tahu, saya
baru saja datang dari negeri Saba` membawa berita yang meyakinkan. Saya bertemu
seorang ratu yang memimpin mereka. Seluruh penjuru negeri mendatangkan sembah
kepadanya. Dia mempunyai istana besar."
Artinya: "Kaum Saba`
mempunyai dua kebun yang subur di kiri kanan tempat tinggal mereka (seraya
dikatakan kepada mereka), makanlah kalian dari rizki yang dianugerahkan Tuhan,
dan bersyukurlah kepada-Nya. (Itulah) sebuah negeri yang aman makmur dan Tuhan
Yang Maha Pengampun".
b) Al-Hadits:
Artinya: "Tidak pernah
spukses (beruntung) suatu bangsa yang menyerahkan semua urusan mereka kepada
wanita."
Jika diperhatikan
secara sepintas, teks hadits di atas bertentangan dengan kedua ayat terdahulu
karena al-Qur'an menginformasikan keberhasilan Ratu Balqis memimpin negaranya,
Saba'. Sebaliknya, hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan
ketidaksuksesan sebuah negara (manapun) yang diperintah oleh perempuan. Dengan
demikian, perempuan diposisikan pada kedudukan tidak seimbang dengan laki-laki.
Padahal -kecuali Balqis- sejarah dunia dan sejarah peradaban Islam mencatat
tokoh-tokoh perempuan yang sukses memimpin negara, semisal Syajarat al-Durr,
pendiri kerajaan Mamluk yang memerintah wilayah Afrika Utara sampai Asia Barat
(1250-1257 M).[29]
Untuk mengkomparasi
dan mengkompromikan kedua teks tersebut diperlukan kepastian akan kualifikasi
hadits tersebut karena ayat tidak diragukan lagi keotentikannya. Setelah itu
dilihat asbâb al-wurûd hadits tersebut. Pada kasus hadits
ini, asbâb al-wurûd-nya adalah saat Rasulullah mendengar berita bahwa
puteri Raja Persia dinobatkan menjadi ratu menggantikan ayahnya yang mangkat.
Berdasarkan itu, tidak mengherankan jika pemahaman bahwa perempuan tidak pas
memimpin negara muncul ke permukaan. Namun jika dipakai kaidah العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب maka akan
dijumpai pemahaman lain.
Melalui analisis
kaidah itu terhadap hadits tersebut, maka akan ditemui bahwa kata قوم - امراة dibentuk
dalam format nakirah(indefinite). Itu berarti bahwa yang
dimaksud oleh kata-kata itu adalah semua kaum, semua perempuan, dan semua
urusan. Jadi, terjemahan dari hadits tersebut (kira-kira) berbunyi: "Suatu
bangsa tidak pernah memperoleh sukses jika semua urusan bangsa itu diserahkan
(sepenuhnya kepada kebijakan) wanita sendiri (tanpa melibatkan kaum pria)".
Jika dipahami demikian, maka jelas bahwa sangat wajar kalau suatu bangsa tidak
akan sukses kalau semua bidang yang ada dalam bangsa tersebut ditangani mutlak
oleh perempuan tanpa sedikit pun melibatkan laki-laki karena baik laki-laki
maupun perempuan memiliki keterbatasan-keterbatasan yang jika digabungkan akan
terjalin kerja sama yang baik.
3.
Perbandingan
Pendapat Mufasir
Pada kesempatan lain,
Quraish Shihab mempraktikkan metode muqâran dengan membandingkan pendapat
beberapa mufassir seperti saat الم.
Menurutnya, mayoritas ulama pada abad ketiga menafsirkannya dengan
ungkapan: الله أعلم. Namun
setelah itu, banyak ulama yang mencoba mengintip labih jauh maknanya. Ada yang
memahaminya sebagai nama surat, atau cara yang digunakan Allah untuk menarik perhatian
pendengar tentang apa yang akan dikemukakan pada ayat-ayat berikutnya. Ada lagi
yang memahami huruf-huruf yang menjadi pembuka surat al-Qur'an itu sebagai
tantangan kepada yang meragukan al-Qur`an. Selain itu, ia juga mengutip
pandangan Sayyid Quthub yang kurang lebih mengatakan: "Perihal
kemukjizatan al-Qur'an serupa dengan perihal ciptaan Allah semuanya
dibandingkan dengan ciptaan manusia. Dengan bahan yang sama Allah dan manusia
mencipta. Dari butir-butir tanah, Allah menciptakan kehidupan, sedangkan
manusia paling tinggi hanya mampu membuat batu-bata. Demikian pula dari
huruf-huruf yang sama (huruf hija`iyyah) Allah menjadikan al-Qur'an
dan al-Furqân. Dari situ pula manusia membuat prosa dan puisi, tapi manakah
yang labih bagus ciptaannya?"
Quraish juga
menambahkan dengan mengutip pendapat Rasyad Khalifah yang mengatakan bahwa
huruf-huruf itu adalah isyarat tentang huruf-huruf yang terbanyak dalam
surat-suratnya. Dalam surat al-Baqarah, huruf terbanyak adalah alif, lam,
dan mim. Pendapat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Namun Quraish Shihab terlihat masih meragukan kebenaran pendapat-pendapat yang
dikutipnya hingga ia mengambil kesimpulan bahwa pendapat yang menafsirkan الم dengan الله
أعلم masih relevan sampai saat ini.
C .
Kelebihan dan Kekurangan
1
Kelebihan
ð Memberikan wawasan yang
relatif lebih luas.
Mufassir yang melibatkan diri pada
tafsir metode ini akan berjumpa dengan mufassir lain dengan pandangan-pandangan
mereka sendiri yang bisa saja berbeda dengan yang dipahami pembanding sehingga
akan memperkaya wawasannya.
ð
Membuka
diri untuk selalu bersikap toleran.
Terbukanya wawasan penafsir otomatis
akan membuatnya bisa memaklumi perbedaan hingga memunculkan sikap toleran atas
perbedaan itu.
ð
Membuat
mufassir labih berhati-hati.
Belantara penafsiran dan pendapat yang
begitu luas disertai latar belakang yang beraneka warna membuat penafsir lebih
berhati-hati dan obyektif dalam melakukan analisa dan menjatuhkan pilihan.
2. Kekurangan
ð Kurang
cocok dengan pemula
Memaksa
seorang pemula untuk memasuki ruang penuh perbedaan pedapat akan berakibat
bukan memperkaya dan memperluas wawasannya, tapi malah bisa membingungkannya.
ð Kurang cocok untuk memecahkan masalah kontemporer.
Di masa yang serba kompleks dan
membutuhkan pemecahan yang cepat dan tepat, metode muqaran kutang cocok karena
ia lebih menekankan pada perbandingan hingga bisa memperlambat untuk membuka
makna yang sebenarnya dan relevan dengan zaman.
ð Menimbulkan
kesan pengulangan pendapat para mufassir.
Kemampuan penafsir yang hanya sampai
pada membandingkan beberapa pendapat dan tidak menampilkan pandapat yang lebih
baik membuat metode ini lebih bersifat pengulangan dari pendapat-pendapat ulama
klasik.
D. Langkah-langkah operasional Tafsir Muqaran
Dalam menerapkan metode tafsir muqaran ada beberapa langkah
sistematis yang dapat dilakukan sesuai dengan objek perbandingan.
1. Menginventarisasi ayat-ayat yang memiliki kemiripan redaksi
dan kesamaan masalah, langkah ini dapat dilakukan dengan meneliti langsung ke
dalam teks-teks al-Quran. Di samping itu mufassir mungkin bias merujuk kepada
kitab-kitab seperti: Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Quran, Fath al-Rahman,
Ensiklopedi al-Quran dan lain-lain.
2. Mengklasifikasikan ayat-ayat yang memiliki kemiripan redaksi
atau kesamaan masalah. Pada tahapan ini mufassir melakukan pengelompokan mana
ayat-ayat yang memiliki kemiripan redaksi dalam kasus yang berbeda atau yang
memiliki kesamaan masalah, kasus atau redaksi yang berbeda, atau hanya dari
perbadaan aspek susunannya ( uslub) saja. Tahapan ini juga dapat dibantu dengan
melacak sebab-sebab diturunkannya ayat itu meneliti korelasi (munasabah) ayat
tersebut dengan ayat-ayat yang sebelum dan sesudahnya, atau dengan mencari tema
dan konteks umun ayat itu.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, bisa
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
ð Metode tafsir
Muqoron antar ayat merupakan salah satu cara menafsirkan al-Qur’an yang
spesifikasinya terfokus pada upaya menganalisis ayat-ayat yang beredaksi mirip
atau sama, baik dalam satu kasus atau berbeda.
ð Langkah yang
perlu ditempuh oleh Mufassir dengan metode semacam ini, sekurang-kurangnya
berupa:
·
Identifikasi dan inventarisasi
ayat-ayat yang beredaksi mirip atau sama
·
Komparasi ayat-ayat tersebut untuk
menemukan persamaan dan perbedaannya
·
Analisis perbedaan yang terkadung
didalamnya untuk kemudian melakukn penafsiran
1 komentar:
om.gmana kalau aku juga ikut nimbrung up load makalah
Post a Comment